IslamToday ID –Pemerintah diam-diam menonaktifkan kartu BPJS Kesehatan bagi para penerima iuran bantuan. Akibatnya, pemegang kartu terpaksa membayar layanan fasilitas kesehatan sebagai pasien umum.
Pengalaman pahit ini setidaknya dirasakan oleh Zul (39). Warga kabupaten Solok itu kaget saat hendak mengurus biaya pengobatan ibunya. Saat hendak menggunakan kartu BPJS, ternyata tidak dapat digunakan lagi.
“Pihak Puskesmas mengatakan kartu itu sudah tidak aktif lagi. Sehingga kami terpaksa mendaftar sebagai peserta umum,” kata Zul
Tidak hanya Zul seorang, sebanyak 32 ribu Kartu BPJS Kesehatan gratis warga Kabupaten Muaro Jambi dinonaktifkan sejak 31 Mei lalu. Kejadian ini merupakan imbas dari penyusunan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Kementerian Sosial (Kemensos).
Plt Kepala Dinas Sosial Perlindungan Perempuan dan Anak Kab. Muaro Jambi, Rosa Chandra Budi mengatakan, ada kebijakan baru terkait masyarakat penerima BPJS gratis yang dibiayai dari APBN. Mereka harus terdata dalam DTKS di Kementerian Sosial. Jika tidak terdata, maka penerima BPJS gratis sebelumnya dinonaktifkan.
“Inilah penyebabnya peserta BPJS gratis dicoret karena tidak terdaftar dalam DTKS,” ujarnya
Terpisah, Kepala Seksi Jaminan Sosial Keluarga Rentan, PKH, KIS, KIP, dan KKS Dinas Sosial Kabupaten Solok Linda Sari menuturkan, BPJS gratis bisa diaktifkan kembali. Namun ia tidak bisa menjamin berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memprosesnya.
Ia hanya menyampaikan sejumlah syarat kepada warga yang ingin mengaktifkan kembali kartu BPJS miliknya. Syarat-syarat tersebut terdiri atas fotokopi kartu KK, KTP, surat keterangan tidak mampu dari wali nigari atau kepala desa, lurah.
Selain itu, ia menambahkan kartu BPJS Kesehatan gratis hendaknya rutin digunakan, paling tidak untuk cek kesehatan ke puskesmas terdekat. Jika tidak pemerintah akan menonaktifkan kartu tersebut, dengan asumsi pemegang kartu telah meninggal.
Menjadi Peserta Mandiri
Nonaktifnya kartu BPJS Kesehatan gratis bukan pertama kali terjadi. Pada tahun 2019 lalu, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita meneken Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 79 Tahun 2019 tentang Penonaktifan dan Perubahan Data Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2019 Tahap Keenam. SK Menteri tersebut membuat 5,2 juta kartu BPJS Kesehatan peserta penerima bantuan iuran (PBI) menjadi tidak aktif.
Setelah itu Memteri sosial kembali nenon aktifkan kepesertaan BPJS bagi para penerima bantuan iuran. Jumlahnya tidak kalah fantastis, yakni mencapai 4,6 juta penerima bantuan iuran jutaan nama itu tidak bisa lagi menggunakan layanan BPJS terhitung 1 Oktober 2019, berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Nomor 109/HUK/2019 tentang Perubahan Data Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2019.
Data Terpadu Kemensos
Persoalan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) kemensos bebrapa waktu lalu disorot. Pasalnya DTKS kemensos yang menjadi rujukan data penerima bansos bermasalah. DTKS Kemensos ternyata tidak akurat. Banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan namun tidak termasuk dalam DTKS.
Wali Kota Bogor Bima Arya pun mengkritik pemerintah pusat terkait persoalan DTKS ini. Bima menyebut, pendataan Kemensos menyulitkan Pemkot Bogor dalam mendata penerima bansos. Sebab, pendataan tidak rinci.
“yang menjadi kritik pada Kemensos, data itu ketika keluarkan SK itu, tidak ada by name by addres,”ujar Bima Arya, Rabu (17/6/2020)
Carut marut DTKS juga disorot Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily. Ace meminta p kepala daerah dan pemerintah pusat untuk tidak saling lempar tanggung jawab terkait pemutakhiran data DTKS. Menurutnya, hal ini harus segera diselesaikan. Jika tidak penyaluran bantuan sosial pemerintah kepada masyarakat dapat menimbulkan kecemburuan sosial karena bantuan yang disalurkan tidak tepat sasaran.
jangan sampai, saling lempar tanggung jawab dalam hal proses pendataan,” ujarnya (17/6/2020)
Penulis: Kukuh Subekti, Arief Setiyanto