IslamToday ID –Desain stimulus pemerintah untuk mengatasi dampak pandemic corona virus (covid-19) diakui tidak memberi dampak yang berarti. Jumlah serapan stimulus dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sangat rendah. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana melakukan perombakan desain penyaluran stimulus PEN. Salah satunya dari sektor fiskal atau perpajakan.
“Kami sekarang sedang menyisir program mana yang kemungkinan besar tidak akan menggunakan anggarannya, lalu kalau itu sudah diketahui akan kami ubah programnya, atau ganti dengan program yang sudah berjalan sehingga uang itu akan mengalir ke masyarakat,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu (28/7/2020).
Salah satu yang dibidik ialah program insentif pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) Dimana program tersebut diberikan khusus bagi para pekerja dengan penghasilan kurang dari Rp 200juta per tahun. Program ini dinilai tidak berjalan. Menmurut Febrio ketidaklancara penyaluran insentif pada program ini disebabkan adanya kendala teknis.
Namun, ia optimistis beberapa insentif berjalan sesuai harapan. Salah satunya, program perlindungan sosial seperti sembako dan BLT. Ia yakin insentif tersebut bisa terserap 100 persen hingga akhir 2020.
“Karena ini kan bayarnya bulanan, sehingga dekati akhir tahun akan stand well,” katanya.
Rendahnya serapan stimulus corona juga dikeluhkan oleh Presiden Jokowi. Presiden stimulus corona belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Dari data yang ia terima per 23 Juli 2020, total anggaran stimulus mencapai Rp 695,2 triliun, namun baru terserap Rp 135 triliun atau 19 persen
Secara terperinci Presiden menuturkan, stimulus pada perlindungan sosial terserap 38 persen, sementara di sektor UMKM terealisasi 25 persen. Sementara dukungan untuk sektoral dan pemerintah daerah baru terserap 6,5 persen.
Insentif bagi sektor usaha baru terserap 13 persen. Presiden melihat, yang paling parah serapan stimulus di sektor kesehatan, sebab baru mencapai 7% saja.
“Inilah yang harus segera diatasi oleh komite dengan melakukan langkah-langkah terobosan, bekerja lebih cepat. Sehingga masalah yang tadi saya sampaikan, serapan anggaran yang belum optimal tadi betul-betul bisa diselesaikan,” tutur Jokowi (27/7/2020).
Menurutnya, hambatan penyaluran stimulus ekonomi pemerintah disebabkan oleh masalah regulasi maupun administrasi. Oleh karena itu, Presiden meminta para menteri menyingkirkan beragam regulasi yang menjadi batu sandungan.
“Kalau memang regulasi ya revisi regulasi itu agar ada percepatan, lakukan short cut, lakukan perbaikan dan jangan sampai ada yang namanya ego sektoral, ego daerah,” ucap Jokowi.
Catatan Buruk Pemerintah
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad berpendapat rendahnya tingkat penyerapan stimulus PEN berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia di tahun 2020. Menurutnya serapan yang rendah bisa mengakibatkan Indonesia masuk ke dalam jurang resesi.
“Stimulus PEN bisa mencegah penurunan ekonomi yang terlalu dalam jika didistribusikan secara tepat waktu dan tepat sasaran,” tutur Tauhid (27/7/2020).
Tauhid mengatakan potensi terjadinya resesi ekonomi di Indonesia bisa ditandai dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua tahun 2020 minus hingga 4%. Bahkan ia memprediksikan kontraksi ekonomi akan berlanjut hingga kuartal III pada kisaran 1,3% (positif) sampai dengan minus 1,75%.
“Proyeksi itu juga akan bergantung pada asumsi realisasi penyerapan program PEN. Dengan penyerapan anggaran PEN yang baru sekitar 19% saat ini, tentu agak berat untuk mengejar kuartal III dan kuartal IV,” jelas Tauhid.
Sementara itu anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati berpendapat rendahnya serapan ini menjadi catatan buruk bagi pemerintah. Sebab pemerintah telah tiga kali melakukan perubahan anggaran untuk penanganan Covid-19. Bahkan rangkaian perubahan tersebut dilakukan kurang dari tiga bulan. Terhitung sejak Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.54/2020 tentang perubahan postur anggaran APBN tahun 2020.
Lebih lanjut legislator dari PKS ini menjelaskan perubahan postur anggaran APBN tahun 2020. Semula anggaran penanganan Covid-19 yang dibutuhkan oleh pemerintah sebesar Rp 405,1 triliun. Kemudian pada perubahan pertama jumlah anggaran yang diperlukan oleh pemerintah ialah senilai Rp 641,17 triliun.
Berikutnya Anis mengungkapkan perubahan kedua jumlah anggaran penanganan Covid-19 naik menjadi Rp 677,2 triliun. Sementara pada perubahan ketiga total anggaran penanganan corona yang diangarkan oleh pemerintah mencapai Rp 695 triliun. Dan belum lama ini prediksi Menkeu Sri Mulyani anggaran akan naik menjadi Rp 905,1 triliun.
“Terakhir Menteri Keuangan memproyeksi dan penanganan Covid dapat melonjak hingga Rp 905,1 triliun, membuat utang naik,” tutur Anis.
Ekonom senior Rizal Ramli mengapresiasi rencana perombakan desain stimulus corona yang digulirkan pemerintah. Ia menyayangkan kebijakan pemerintah yang tampak tidak serius dan terkesan coba-coba dalam mengatur negara. Akibatnya anggaran stimulus naik terus, namun tidak berdampak.
“Bagus Ngaku. Tapi ngatur negara kok dijadikan upaya coba2, experimental ? Pantas nyaris tidak ada dampaknya, walaupun biayanya naik terus !,”
Penulis: Kukuh Subekti, arief Setiyanto