IslamToday ID – Hari ini, Indonesia genap berusia 75 tahun. Namun ternyata Indonesia belum menjadi negara yang berdaulat di bidang Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK).
Hal itu diungkapkan, Pengamat TIK, Hasnil Fajri. Menurutnya ada hal yang menjadi para meter sehingga ia berani mengatakan Indonesia belum berdaulat dalam bidang TIK.
“Untuk urusan sinyal telekomunikasi, internet & data center, kita belum berdaulat,” (13/8/2020).
Pendapat Hasnil tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Menteri Johnny G. Plate mengumumkan menghapus program ‘Merdeka Sinyal 2020’ dari Target Kemenkominfo tahun 2020.
Penghapusan tersebut resmi diumumkannya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR pada (5/2/2020) kemarin. Padahal awalnya tujuan dibuatnya program tersebut ialah untuk membangun jaringan tulang punggung serta optik nasional yang menghubungkan 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Saat itu pemerintah mengakui bahwa ketersediaan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia belum merata. Selain itu juga dijelaskan bahwa target ‘Merdeka Sinyal 2020’ yang diprakarsai oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemkominfo itu menitikberatkan pada sinyal komunikasi untuk SMS dan telepon.
Kemenkominfo juga mengungkapkan bahwa pemerintah tengah merencanakan pembangunan satelit Satria yang diperkirakan akan selesai pada 2022 mendatang. Satelit tersebut digunakan untuk mendukung kelancaran akses jaringan komunikasi dan internet broadband di seluruh Indonesia. Terutama di 150 titik di kawasan 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal) yang belum terjangkau oleh sinyal internet.
Satelit Satria akan mendukung sejumlah daerah yang masih belum terjangkau oleh jaringan tulang punggung (backbone) kabel optik Palapa Ring. Yaitu proyek yang prakarsai oleh Bakti Kemkominfo.
“Kalaupun ada masih terbatas di kota-kota besar. Untuk tingkat kecamatan dan kelurahan hingga pedesaan sangat terbatas sekali dan masih banyak blank spot,” tutur Hasnil.
Hasnil berharap agar pemerintah tetap melanjutkan proyek pembangunan 4000 Based Transceiver Station (BTS) di seluruh Indonesia pada tahun 2020 ini. Sehingga pembangunan BTS Universal Service Obligation (USO) dan Palapa Ring bisa menjangkau seluruh daerah di Indonesia. Selain itu juga agar semua masyarakat bisa mendapatkan akses internet dengan kecepatan tinggi dan berbiaya murah.
“Dengan demikian, semua fasilitas umum dan sosial seperti sekolah, rumah sakit, taman baca, taman bermain, gelanggang olahraga, pasar tradisional, dan tempat wisata bisa terjangkau internet,” terang Hasnil.
Rendahnya Kedaulatan telekomunikasi juga dikatakan oleh Pengamat TIK dari Bentang Informatika, Kun Arief Cahyantoro. Hal itu dilihatnya dari progras proyek Pala Ring.
Kun mengungkapkan bahwa proyek Palapa Ring sudah direncanakan sejak tahun 2000an. Bahkan sebelum pelepasan Telkom dan Indosat oleh pemerintah pada tahun 2002. Pembangunan dimulai pada tahun 2008, awalnya diperkirakan akan selesai pada tahun 2013. Proyek ini baru selesai setelah dimasukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dan diresmikan pada Oktober 2019.
Ia menmabahkan, pemerintah menargetkan Palapa Ring sebagai proyek pembangunan jaringan serat optik nasional yang bertujuan untuk menjangkau 34 provinsi, 440 kota/kabupaten di Indonesia. Dengan panjang kabel laut mencapai 35.280 kilometer, sementara panjang kabel daratan mencapai 21.807 kilometer.
Namun demikian implementasi dari pembangunan Palapa Ring dinilai belum tepat sebab Indonesia merupakan negara kepulauan. Dimana para penduduknya mayoritas tinggal di pedesaan bukan di kota. Sementara pembangunan Palapa Ring hanya menjangkau garis terluar dari suatu pulau dan masih membutuhkan kabel untuk bisa masuk ke daratan, ke desa-desa.
“Kesimpulan sementara, kedaulatan telekomunikasi kita masih sangat rendah, karena hanya sebatas kota dan kota kabupaten saja (514 kota) serta sekian banyak desa yang berdekatan dengan kota atau kota kabupaten, padahal terdapat 84 ribu desa yang membutuhkan kedaulatan telekomunikasi tersebut,” jelas Kun.
Lanjutnya, penggunaan teknologi Satelit VSAT (Very Small Aperture Terminal) sangat mendorong adanya kedaulatan data. Sebab Indonesia telah memiliki satelit yang sudah beroperasi, yakni satelit BRI dan satelit Palapa-4 untuk mendukung terwujudnya kedaulatan telekomunikasi dan internet di Indonesia.
Bahkan, sejak tahun 2015 atas inisiatif mandiri dari Dinas Komunikasi dan Informasi Daerah di kabupaten/ kota. Mereka telah mendirikan Jarit Desa (Jaringan Internet Desa) menggunakan fasilitas VSAT. Seharusnya hal ini bisa menjawab kebutuhan akan internet yang dibutuhkan oleh rakyat di tengah situasi pandemi Covid-19.
“Solusi kedaulatan data menggunakan VSAT dan Jarit Desa, adalah solusi tercepat untuk kebutuhan mendesak saat ini terutama kebutuhan Pendidikan Nasional dalam bentuk mekanisme belajar-mengajar jarak jauh pada kondisi krisis apapun,” tutur Kun.
Sementara itu, Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward mengatakan, seharusnya pemerintah tidak sibuk dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi saja. Namun, juga harus diimbangi dengan pembangunan ekosistem digital beserta regulasinya, sehingga infrastruktur yang telah dibangun dapat digunakan seoptimal mungkin.
“Anggaran awalnya adalah untuk pemberian insentif kepada operator yang turut serta membangun dan dilanjutkan dengan membentuk ekosistem digital yang melibatkan semua pihak sehingga dapat meningkatkan taraf hidup ataupun laju pertumbuhan ekonomi setempat,” tutur Edward (16/8/2020).
Penulis: Kukuh Subekti