IslamToday ID –Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Anwar Abbas menilai cara pandang menteri agama Mafchrul Razi tentang radikalisme selalu berujung mendiskreditkan dan menyudutkan umat islam.
“Sikap dan cara pandang Menteri Agama yang selalu bicara tentang radikalisme yang ujung-ujungnya selalu mendiskreditkan dan menyudutkan umat Islam dan para dai-nya,” ujar KH. Anwar Abbas Sabtu (5/9/2020)
Seperti dilansir CNN Indonesia, 11 Desember 2019, sejak menjabat sebagai Menteri Agama Fachrul Razi berulang kali melontarkan pernyataan kontroversial. Ia sempat melarang cadar dan celana cingkrang di lingkungan instansi pemerintah. Ia mengaitkan pakaian tersebut dengan gerakan radikalisme.
Menag Fachrul Razi merombak pelajaran agama Islam, terutama terkait khilafah. Sebanyak 155 judul buku pelajaran agama Islam dirombak karena mencantumkan konten khilafah. Kemenag juga menerbitkan Surat Edaran B-4339.4/DJ.I/Dt.I.I/PP.00/12/2019 tertanggal 4 Desember 2019 yang memerintahkan revisi terhadap konten-konten ajaran terkait khilafah dan jihad dalam pelajaran agama Islam di madrasah.
Fachrul juga merencanakan adanya sertifikasi penceramah. Menurutnya, langkah tersebut merupakan upaya merespons radikalisme yang sudah masuk ke mimbar-mimbar masjid. Ia beranggapan, saat ini banyak penceramah yang membodohi umat dengan menggunakan dalil-dalil agama. Maka dari itu ingin memberikan pembekalan nasionalisme dan moderasi beragama kepada para pendakwah.
Dalam Strategi Mencegah Radikalisme Pada ASN, Rabu (2/8/2020), Fachrul kembali menyampaikan bahwa program sertifikasi penceramah akan dimulai bulan Sepetember 2020 ini. Pada tahap awal bakal ada 8.200 orang akan mendapatkan sertifikasi penceramah.
Dalam acara tersebut ia sempat menyinggung kerawanan penetrasi gerakan radikal di masjid-masjid pemeirntah, kementerian dan BUMN. Menurutnya, paham-paham radikal di masuk melalui anak-anak muda yang good looking, dan hafiz qur’an.
Kata Fachrul, dengan bekal itu mereka menarik simpati masyarakat sehingga mendapat posisi sebagai imam dan menjadi pengurus masjid, kemudian memasukan rekan rekannya dan memulai menyebarkan paham radikal.
“Caranya masuk mereka gampang; pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiz (hafal Alquran), Ikut-ikut jadi imam, lama-lama orang situ bersimpati, diangkat ikut jadi pengurus masjid kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya. Mulai masuk ide-ide yang tadi kita takutkan (radikal),” ujarnya (2/9/2020)
Oleh karena itu Menag Fachrul Razi melarang masyarakat turut mengurus masjid pemerintah, Kementerian dan BUMN. Ia meminta agar measjid-masjid tersebut diurus oleh ASN dan pegawai Kementerian dan BUMN. Begitu pula masjid-masjid pemerintah, hendaknya juga selektif dalam memilih pengurus masjid. Penceramah yang dipakai hendaknya yang telah tersertifikasi oleh Kemenag.
“rumah ibadah di lingkungan Instusi Pemerintah pengurusnya harus pegawai pemerintah, tidak boleh ada masyarakat disitu ikut jadi pengurus di sana,” ujar Menteri Agama Fachrul Razi dalam Webinar Strategi Mencegah Radikalisme Pada ASN, Rabu (2/8/2020)
Menag Fachrul Razi menmabahkan, program ini dilakukan secara kolaboratif dengan menggandeng sejumlah lembaga, seperti MUI, BNPT, Lemhanas dan BPIP serta organisasi masyarakat (ormas).
KH Anwar Abbas menolak program sertifikasi tersebut. Bahkan ia siap mundur jika MUI mau terlibat dalam program tersebut. Sebab menurutnya, program itu tidak lepas dari sikap dan cara pandang Menteri Agama Fachrul Razi mengenai radikalisme yang selalu mendiskreditkan dan menyudutkan umat islam
“saya Anwar Abbas secara pribadi yang juga kebetulan adalah sekjen MUI dengan ini menolak dengan tegas dan keras program dai dan penceramah bersertifikat,” tegasnya
“Bila hal ini terus dilaksanakan dan teman-teman saya di MUI menerimanya, begitu program tersebut diterima oleh MUI, maka ketika itu juga saya Anwar Abbas tanpa kompromi menyatakan diri mundur sebagai Sekjen MUI,” imbuhnya. (AS)