IslamToday ID – Komisaris Utama PT. Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengumbar borok Pertamina ke publik. Misalnya, soal lobi para direksi untuk naik jabatan hingga persoalan gaji pegawai Pertamina.
“Dia ganti direktur pun bisa tanpa kasih tahu saya, saya marah-marah juga. Jadi semua direksi lobi-lobinya ke menteri. Yang menentukan menteri. Komisaris pun rata-rata titipan dari kementerian,” kata Ahok dalam sebuah kanal Youtube POIN (14/9).
Sejumlah pihak menilai koar-koar Ahok kepada publik soal borok pertamina bukan tindakan tepat. Pasalnya Ahok merupakan komisaris utama yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan membereskan beragam persoalan di perusahaan plat merah tersebut, termasuk yang dikeluhkannya.
“Mengenai pembenahan atau pengawasan di internal pertamina ya itu memang tugas Komisaris melakukan pengawasan,” kata Juru Bicara Kementerian BUMN, Arya Sinulingga, Selasa (15/9/2020).
Begitu pula diungkapkan Mantan sekertaris Kementerian BUMN. Ia menilai koar koar Ahok soal pertamina, adalah keluhan atas ketidakmampuan dalam menjalankan tugas sebagai pengawas di perusahaan plat merah itu.
“Beliau mengumumkan bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai komisaris. Semua yang disampaikannya itu adalah tugas komisaris,” tutur Said Didu (15/9/2020).
Berbeda halnya dengan sikap sejumlah fraksi di DPR dalam menyikapi kegaduhan yang dibuat Ahok. Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi PDIP Aria Bima meminta agar pihak-pihak di luar BUMN tidak mencampuri urusan BUMN.
“Kita itu terbatas dalam Pasal 91 UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN, tentang organ perusahaan, dilarang ikut campur. Selain organ perusahaan, tidak boleh mencampuri BUMN,” kata Bima (16/9/2020).
Ia berpendapat bahwa campur tangan DPR hanya bisa dilakukan jika itu berkaitan dengan kinerja perusahaan. Menurutnya DPR tidak memiliki wewenang untuk tidak ikut campur pada masalah pencopotan seseorang dari jabatannya.
“Dalam kaitan bagaimana mengukur benefit korporasi dan benefit terhadap pertumbuhan ekonomi atau PDP yang selalu kita tekankan kan di situ. Itulah batas-batas yang membatasi kita untuk tidak ikut-ikut bicara soal menjagokan siapa dan minta mundur atau tidak, terbatas pada pasal itu,” tutur Bima.
Selain Bima, elite PDIP yang lain juga turut membela Ahok. Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat misalnya, ia berkomentar tentang usulan anggota Komisi VI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade. Ia ingin agar Andre berhenti untuk mencari kesalahan orang.
“Kalau itu nggak usah dikomentari. Hanya saja, janganlah kita punya kebiasaan kalau tidak suka dengan seseorang maka apa pun yang disampaikan selalu salah,” ujar Djarot (16/9/2020).
Hal senada juga disampaikan fraksi PKB. Politisi PKB Faisol Riza mengatakan bahwa pernyataan Ahok tersebut adalah bentuk rasa lelah Ahok terhadap permasalahan di PT Pertamina. Menurutnya biarkan saja publik menilai sendiri apa yang dilakukan oleh Ahok. Sebab selama ini informasi berkaitan dengan PT Pertamina dinilai terbatas.
“Soal konsumsi publik nggak apa-apa, biar masyarakat menilai apakah Pak Ahok dan caranya benar atau salah. Apalagi selama ini informasi mengenai Pertamina khan terbatas di masyarakat,” ujarnya.
Kritik Pedas dari Gerindra, PPP, Demokrat, Nasdem dan PKS
Politikus Gerindra Andre Rosiade merupakan orang pertama yang mengkritik pedas koar-koar ahok soal permasalahan internal PT Pertamina. Ia menilai pernyataan Ahok hanya membuat gaduh dan menimbulkan kesan negatif publik terhadap kinerja PT Pertamina. Untuk itu ia menilai tidak ada alasan bagi Presiden Jokowi untuk tetap mempertahankan Ahok di PT Pertamina.
“Menurut saya sebagai anggota DPR Komisi VI, ya, yang mitra BUMN bahwa tidak gunanya Presiden mempertahankan Pak Basuki Tjahaja Purnama sebagai Komut Pertamina. Kenapa? Pertama, ya, yang bersangkutan selalu membikin gaduh,” tutur Andre (15/9/2020).
Fraksi PPP juga turut memberikan saran agar Ahok untuk mundur dari jabatannya jika merasa tidak sanggup menjalankan tugas. Sebab masalah internal Pertamina sebaiknya tidak menjadi sumber kegaduhan serta menjadi bahan konsumsi publik.
“Lebih baik persoalan diselesaikan tanpa kegaduhan dibanding membuat kegaduhan tapi persoalan tidak diselesaikan. Kalau tidak mampu melakukan pengawasan dan audit sebaiknya mundur. Soal copot mencopot biarlah menteri BUMN yang mengevaluasi,” ucap Achmad Baidowi.
Kritik pedas terhadap Ahok juga datang dari Fraksi Demokrat. Demokrat menilai apa yang dilakukan Ahok hanyalah sebuah pencitraan semata. Penilaian tersebut disebabkan oleh kinerja buruk Pertamina yang menyebabkan perusahaan minyak tersebut mengalami kerugian dan kini tengah banyak disorot oleh masyarakat.
“Saya khawatir ini bentuk pencitraan Pak Ahok saja di kala image negatif akibat kerugian Pertamina,” ungkap Herman Khaeron (16/9/2020).
PT Pertamina pada semester I 2020 lalu memang mengalami kerugian besar yang nilainya mencapai US$ 767,92 juta atau setara dengan Rp 11,13 triliun. Herman menilai untuk masalah tersebut seharusnya Ahok bisa ikut serta dalam menyelesaikan masalah internal perusahaan.
“Pak Ahok adalah Komut di Pertamina. Sebaiknya silakan gunakan kewenangannya untuk melakukan pembinaan dan pengawasannya secara internal. Saya setuju bahwa Pertamina harus efisien, profesional, dan menjadi perusahaan hebat ke depan,” terang Herman.
Fraksi Nasdem juga ikut memberikan kritik keras pada Ahok. Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi NasDem Subardi menilai Ahok tengah membongkar aib dan ketidakberdayaannya dalam menjalankan kewajiban pengawasan.
“Yang disampaikan Ahok seperti menceritakan cacatnya sendiri. Jangan karena ketidakmampuannya mengawasi Pertamina, Ahok lantas teriak-teriak di media,” kata Subardi (16/9/2020).
Sementara Fraksi PKS, memandang apa yang disampaikan oleh Ahok bukanlah hal yang substansial. Sehingga wajar jika hal tersebut justru hanya menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
“Saya melihat apa yang disampaikan oleh Pak BTP bukan hal yang substansial. Jadi, kalau sebagian orang menilainya bikin gaduh, ada benarnya,” ucap Amin Ak (16/9/2020).
Amin menambahkan menurutnya Ahok belum menjalankan tugasnya dengan baik. Sebab jika ia menjalankan kewajibannya selaku komisaris tentu dia akan menyampaikan hal-hal yang substansial.
Sementara itu Farksi PAN melalui Sekjennya Eddy Soeparno mengatakan, bahwa sikap Ahok umbar kebobrokan Pertamina tidak tepat. Menurut Eddy, hal-hal yang disampaikan Ahok berkaitan dengan kinerja perusahaan. Menurutnya, Ahok memiliki tugas dan wewenang selaku komisaris untuk melakukan evaluasi internal perusahaan.
Sementara itu, Fraksi Golkar menduga tindakan Ahok sebagai akibat dari buntunya komunikasi Ahok di Pertamina. Oleh karena itu, Golkar menyarankan agar manajemen PT Pertamina, jajaran komisaris dan direksi melakukan introspeksi dan evaluasi atas kinerja perusahaan, sehingga bobrok Pertamina tak perlu diunbar ke publik.
“Pada sisi lain, direksi juga harus introspeksi, kenapa sampai Ahok mengumbar ke publik. Apa sudah buntu komunikasinya? Lepas dari soal cara, jangan-jangan yang disampaikan benar. Jadi harus introspeksi dan memperbaiki,” ucap anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar Nusron Wahid (16/9/2020).
Penulis: Kukuh Subekti