IslamToday ID – Ratusan mashasiswa dari berbagai kampus dan organisasi di Kendari menggelar aksi unjukrasa di depan Polda Sultra, Sabtu (26/9.2020). Aksi digelar sebagai wujud solidaritas atas tewasnya kader IMM Randi dan M. Yusuf Kardawi. Kedua mahasiswa itu tewas ditembak aparat dalam demonstrasi di gedung DPRD Kendari 2019 silam.
Polisi sengaja menghalau massa dengan memasang kawat berduri di jalan menuju Polda Sultra. Massa akhirnya membongkar kawat berduri yang merintangi akses jalan menuju Polda Sultra. Masa Massa juga membakar ban sebagai bentuk kekecewaan.
Terhitung, ada sebanyak tiga kali helikopter berwarna putih itu bolak-balik di atas massa demonstran. Dua kali helikopter itu terbang rendah kurang lebih 10 meter dari tanah. Selain massa aksi, sejumlah jurnalis dan aparat berhamburan dari lokasi demonstrasi. Pembubaran massa dengan cara tersebut memprofokasi demonstran. Sejumlah massa sempat melemparkan batu dan kayu ke arah aparat.
Namun demikian, massa tetap melanjutkan unjukrasa. Mereka mendesak agar kasus tewasnya Randi dan Yusuf diusut tuntas. Mereka menduga penambakan yang menyebabkan dua kativis itu tewas bukan ulah satu orang anggota polisi saja. Masa menilai Kapolda Sultra Irjen Pol Yan Sultra harus ikut bertanggung jawab atas kasus 26 september 2019 lalu.
“Kapolda harus bertanggung jawab atas meninggalnya dua sahabat kami,” ujar salah satu orator seperti dikutip dari CNN Indonesia
Mereka menilai pihak kepolisan tidak serius dalam menangani kasus tersebut. Penanganan kasus tersebut cukup lama. Kasus tewasnya randi hanya menjerat satu orang tersangka, sedangkan kasus tewasnya Yusuf hingga kini belum menemukan titik terang.
” polisi tidak serius dan profesional menegakkan aturan terhadap pelanggaran anggotanya. Ini menjadi preseden buruk penegakan hukum di Indonesia ketika melibatkan aparat,” ujar salah seorang orator.
Seperti dilansir republika.co.id 3 Oktober 2019, Mabes Polri mengakui jika ada enam anggota Polda Sultra yang membawa senjata api dengan amunisi tajam saat pengamanan unjuk rasa.
Kepala Biro Divisi Propam Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Hendro Pandowo menuturkan enam anggota kepolisian itu membawa senjata api laras pendek jenis S&W dan HS dengan amunisi tajam. Melihat senjata yang dibawa, hendro mengatakan amunisi yang digunakan berukuran 9 milimeter (mm)..
Lanjutnya enam anggota polisi tersebut, yakni DK yang berpangkat perwira. Lainnya, GM, MI, MA, dan H, serta E berpangkat bintara. Keenamnya berasal dari Polda Sultra, dan Kepolisian Resor (Polres) Kendari. Keenamnya, pun teridentifikasi sebagai anggota satuan reserse kriminal dan intai.
Ia menegaskan, membawa senjata api dalam pengamanan unjuk rasa merupakan kesalahan fatal. Sebab Kapolri telah menegaskan bahwa seluruh personel kepolisian di lokasi unjuk rasa tidak menggunakan senjata api dengan amunisi tajam saat pengamanan aksi demonstrasi.
“Ini yang kita dalami kenapa senjata itu dibawa saat pengamanan unras (unjuk rasa). Padahal Kapolri sudah sampaikan untuk tidak bawa senjata,” kata Hendro, 3 Oktober 2020. (AS)
.