IslamToday ID — Anggota DPR RI Komisi X Fraksi Gerindra Ali Zamroni memperingatkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim agar subsidi kuota tidak menjadi ajang mencari untung bagi pihak lain.
“Jangan sampai ditumpangi oleh orang-orang atau kelompok yang mengambil keuntungan dalam program di Kemendikbud ini,” jelas Ali Zamroni, Kamis (1/10), dilansir dari CNN Indonesia.
Ali Zamroni menanggapi dugaan promosi perusahaan start up dalam program subsidi kuota Kemendikbud.
Untuk diketahui kuota gratis kemendikbud ini dibagi dua, yakni kuota umum dan kuota belajar.
Kuota belajar hanya bisa diakses untuk aplikasi dan situs tertentu yang ditentukan Kemendikbud. Akan tetapi, guru mengeluh banyak aplikasi yang tidak dikenal dan tidak dipakai selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring di sekolah.
“Ketika [kuota] dibagi dua, yang muncul adalah kuota belajar dengan konten-konten tidak familiar. Ini tentu harus dipertanyakan. Banyak sekali nama-nama [aplikasi] yang saya baru dengar dan tahu dari 19 aplikasi, hanya ada beberapa yang saya kenal,” papar Ali.
Oleh karena itu, Ia tak heran jika kemudian muncul kekhawatiran upaya promosi dalam penentuan aplikasi tersebut. Menurutnya, Kemendikbud perlu membenahi hal ini demi mengurangi polemik.
Terlebih di tengah pandemi covid-19, pendidikan merupakan salah satu aspek yang masih terseok-seok karena wabah yang belum diketahui akhirnya.
“Pesan moral saya kepada Mendikbud dan jajarannya, jangan sampai mengkomersilkan pendidikan. Kan bagi sebagian orang yang tidak paham, pendidikan kita dianggap anggaran 20 persen dari APBN, besar. Tapi itu kan sebenarnya kalau mau jujur masih kurang untuk fungsi pendidikan,” ujar Ali.
Ia pun menilai Kemendikbud harus mengevaluasi lebih lanjut aturan dan kebijakan terkait kuota, agar tidak memunculkan polemik yang berkepanjangan.
Ali sendiri sesungguhnya memahami niat Kemendikbud membagi kuota menjadi kuota belajar dan kuota umum. Ia mengakui ada potensi pemborosan kuota jika pemakaiannya tidak dibatasi.
Sementara itu , Wakil Ketua Komisi X DPR Fikri Faqih menyampaikan banyak masukan yang diterima pihaknya agar pembatasan kuota diperbaiki. Ia menduga alokasi kuota belajar yang mendominasi subsidi kuota bakal menimbulkan pemborosan.
“Kalau mubazir uang negara angkanya besar ini. Program Organisasi Penggerak waktu itu cuma Rp595 miliar. Sekarang ini Rp7,2 triliun. Ini saya kira sebaiknya untuk akuntabilitas, ini hal-hal begini diperhatikan,” jelasnya dilansir dari CNN Indonesia.
Menurutnya, Komisi X pun banyak menerima kritik dan keluhan terkait program subsidi Nadiem. Salah satunya ketika anggota Ombudsman RI turut menerima bantuan kuota padahal tidak membutuhkan.
Di sisi lain, masih banyak siswa dan guru yang tak bisa belajar daring karena tak punya fasilitas jaringan dan gawai. Ia mengatakan Kemendikbud juga harus mengupayakan pelayanan pendidikan bagi sekolah yang harus PJJ di luar jaringan.
“Ada anggota komisi X bilang saya tidak tertarik bahas kuota, karena di tempat saya tidak ada. Semua PJJ luring, daring tidak ada,” jelasnya.
Sebelumnya Perhimpunan untuk Pendidikan Guru (P2G) menduga Kemendikbud berupaya mempromosikan perusahaan start up dalam program subsidi kuota. Pasalnya, banyak aplikasi pada kuota belajar yang dinilai asing bagi guru dan jarang dipakai selama PJJ.
Mengutip situs kuota-belajar.kemdikbud.go.id, berikut 19 aplikasi yang bisa dipakai menggunakan kuota belajar:
1. Aplikasi dan website Aminin
2. Aplikasi dan website Ayobelajar
3. Aplikasi dan website Bahaso
4. Aplikasi dan website Birru
5. Aplikasi dan website Cakap
6. Aplikasi dan website Dualingo
7. Aplikasi dan website Edmodo
8. Aplikasi dan website Eduka System
9. Aplikasi dan website Ganeca Digital
10. Aplikasi dan website Google Classroom
11. Aplikasi dan website Kipin School 4.0
12. Aplikasi dan website Microsoft Education
13. Aplikasi dan website Quipper
14. Aplikasi dan website Ruang Guru
15. Aplikasi dan website Rumah Belajar
16. Aplikasi dan website Sekolah.Mu
17. Aplikasi dan website Udemy
18. Aplikasi dan website Zenius
19. Aplikasi Whatsapp
Perlu diketahui, kuota belajar juga bisa dipakai untuk mengakses sejumlah platform konferensi video, situs belajar dan situs perguruan tinggi yang terdaftar di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi.[IZ]