IslamToday ID — Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam taklimat resminya mengungkapkan rasa penyesalan dan rasa prihatin yang mendalam terhadap sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. Mereka dinilai telah mengabaikan protes penolakan atas pengesahan Omnibus Law yang disuarakan oleh berbagai elemen bangsa.
Hal ini berdasarkan sikap Pemerintah dan DPR yang tidak bersedia merespon dan mendengarkan aspirasi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dewan Pimpinan MUI, serta pimpinan Ormas-ormas Islam dan segenap elemen bangsa yang menolak ditetapkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.
“Padahal berbagai elemen bangsa tersebut telah mengirimkan pernyataan sikapnya bahkan telah bertemu dengan Pimpinan DPR dan anggota Panitia Kerja UU Cipta Kerja,” kata Wakil Ketua Umum MUI, Muhyiddin Junaidi dalam Surat Maklumat No. Kep-1730/DP-MUI/X/2020 tertanggal 20 Shafar 1442H/8 Oktober 2020.
Taklimat MUI ini sekaligus kembali menegaskan sikap dan pandangan MUI terhadap keberadaan Undang-undang (UU) Omnibus Law.
MUI secara tegas menyatakan diri menolak keberadaan Omnibus Law tersebut. UU tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.”
Tentu ini berlawanan dengan spirit Omnibus Law yang hanya membawa keuntungan bagi segelintir golongan seperti kalangan cukong, investor asing dan para pengusaha.
Tindakan aparat kepolisian dalam menangani para pengunjuk rasa juga mengundang kritik dari MUI. Kepolisian diminta untuk bisa melindungi warga negara dalam menunaikan hak konstitusionalnya mengeluarkan pendapat di muka umum. Begiu pula terhadap para pengunjukrasa agar bisa tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dengan tidak melakukan tindakan anarkis.
Presiden Jokowi selaku kepala pemerintahan juga tak lepas dari kritik MUI. Ia diminta untuk bisa mengendalikan sikap kebrutalan yang ditunjukan oleh aparat keamanan selama menangani para pengunjuk rasa menentang Omnibus Law.
Pengendalian aparat keamanan tersebut merupakan bagian dari jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh presiden.
“(MUI meminta kepada Presiden Jokowi untuk) jangan membiarkan aparat keamanan melakukan tindakan yang brutal dan tindakan yang tidak terkontrol dalam menangani unjuk rasa,” tegas KH Muhyiddin Junaidi.
MUI mendorong dan mendukung berbagai upaya yang ditempuh elemen masyarakat dalam menegakan haknya. Terutama hak judicial review atau uji materi terhadap UU Omnibus Law di tingkat Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara itu, kepada para hakim agung di MK, MUI mengingatkan untuk bisa tetap istiqomah menjaga keadilan. Terutama dalam menangani perkara judicial review yang nantinya akan banyak dilakukan oleh elemen masyarakat tersebut.
“MUI mengingatkan kepada para Hakim Agung Mahkamah Konstitusi untuk tetap istiqamah menegakkan keadilan, menjaga kemandirian, marwah dan martabatnya sebagai hakim yang nantinya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Mahkamah Ilahi di Yaumil Mahsyar,” tegasnya.
Terakhir MUI berharap kepada pemerintah dan DPR untuk tidak lagi membuat kegaduhan dengan mengeluarkan kebijakan yang kontroversial. Mereka diminta fokus dalam menangani masalah pandemi Covid-19 di Indonesia.
Penulis: Kukuh Subekti