(IslamToday ID) – Pakar hukum tata negara, Refly Harun menyatakan pasal yang dikenakan terhadap pemimpin FPI, Habib Rizieq Shihab (HRS) terlalu dipaksakan.
“Menurut saya pasal yang dikenakan ke beliau (HRS) itu memaksa,” kata Refly di Restauran Pulau Dua, Jakarta, seperti dikutip dari Tempo, Kamis (17/12/2020).
Ia mengatakan, ada dua pasal yang disangkakan polisi kepada HRS, yaitu pasal 160 KUHP dan atau pasal 93 UU RI No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan pasal 216 KUHP.
Pada pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan, Refly mengatakan, ancaman pidananya satu tahun dan atau denda Rp 100 juta. “Itu tindak pidana yang tidak berat-berat amat dan tidak bisa ditahan. Namun rupanya tidak cukup untuk HRS,” katanya.
Sehingga, Refly menilai aparat mencari-cari pasal dengan ancaman hukuman minimal lima tahun agar HRS bisa ditahan, yaitu pasal 160 KUHP yang berisi menghasut orang melakukan tindak pidana.
“Pertanyaannya, apa yang dihasutkan HRS? Dia menghasut apa? Siapa yang terkena hasutan yang akhirnya melakukan tindak pidana? Kan sumir banget,” ujar Refly.
Dalam penegakan protokol kesehatan, Refly menjelaskan bahwa petugas bisa membubarkan kerumunan di suatu acara. Namun, dalam acara kerumunan di Petamburan, tidak ada petugas yang membubarkan. “Bahkan BNPB membagikan masker untuk mengantisipasi agar tidak terjadi penularan,” katanya.
Refly juga menerangkan jika HRS disebut melanggar PSBB transisi, maka cukup Satpol PP yang turun. Apalagi, HRS juga sudah membayar denda sanksi administratif. Sebab, dasar dari PSBB transisi peraturan gubernur. Sementara Pergub tidak mengatur sanksi pidana.
“Memang banyak ketidakjelasan yang ujung-ujungnya bukan soal penegakan hukum, tapi dilandasi motif politik,” ujarnya.
Polisi menetapkan HRS sebagai tersangka dugaan pelanggaran protokol kesehatan dalam kerumunan di Petamburan pada 14 November lalu. Polisi menjerat HRS dengan pasal 160 KUHP dan atau pasal 93 UU RI No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan pasal 216 KUHP. [wip]