ISLAMTODAY ID — Forum Guru Muhammadiyah (FGM) Pusat menyayangkan hadirnya draf Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) tahun 2020-2035. Mereka menilai pembuatan draf peta ini menunjukan ketidakseriusan bahkan terkesan serampangan dan terburu-buru. Akibatnya kehadiran draf peta justru menuai kecaman sebab dianggap tidak selaras dengan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Pendidikan Nasional No.20/2003.
“Hendaknya hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan ini perlu dikaji lebih dalam, tidak serampangan, ini kan kesannya kan serampangan. Bisa dikaji lebih serius, lebih sungguh-sungguh dan sebelum peta jalan itu diluncurkan kan sebaiknya kita melakukan uji publik terlebih dahulu,” ungkap Ketua FGM Pusat, Pahri saat dihubungi oleh IslamToday pada Selasa (16/3/2021).
“Sehingga apa yang disampaikan itu tidak bertentangan dengan undang-undang yang ada di atasnya,” imbuhnya.
Ia lantas membenarkan dugaan beberapa pihak terkait adanya dugaan upaya sekulerisasi pendidikan yang sengaja ditunjukan dalam peta tersebut. Bahkan dugaan ini seperti sesuatu yang sudah terencana, sebab sejak tahun 2020 pihaknya telah beberapa kali mengikuti rapat sosialisasi dengan kementerian. Keberadaan peta hanya salah satu dari beberapa program Kemendikbud yang menunjukan arah sekulerisasi pendidikan.
“Iya betul itu (ada upaya sekulerisasi), kita FGM itu beberapa kali, diajak untuk membahas beberapa kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan,”
Pahri menjelaskan bahwa perdebatan untuk menempatkan nilai-nilai agama tidak hanya terjadi dalam masalah peta pendidikan. Beberapa kebijakan kementerian yang juga melibatkan sejumlah forum guru di Indonesia pun kerap memperdebatkan pentingnya nilai-nilai agama bagi pendidikan di Indonesia. Seperti ketika pembuatan buku profil guru dan siswa dari tingkat SD hingga SMA. Ketika itu banyak dari forum guru menentang adanya upaya sekulerisasi pendidikan yang dinilai sangat kencang.
“Suatu contoh ketika kita dilibatkan untuk membuat buku profil guru SD, SMP, SMA kemudian ada profil siswa SD, SMP, SMA dan juga kode etik, itu kita sering berdebatnya di situ,”
“Di tahun 2020, kita getol gitu dengan teman-teman di PERGUNU (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama), biasanya kita yang gigih untuk memperjuangkan nilai-nilai agama,” imbuhnya.
Bahkan suara untuk tetap menempatkan nilai agama sebagai bagian dari pendidikan di Indonesia tidak hanya datang dari kalangan muslim. Forum guru dari berbagai ormas agama lain di Indonesia seperti Kristen, Katolik, Hindu dan Budha juga menyuarakan hal yang sama. Mereka sepakat untuk tetap meletakan nilai-nilai agama dalam setiap kebijakan yang ditetapkan oleh kementerian.
“Bapak ibu (guru) kita perwakilan dari agama Hindu, agama Budha juga yang dari Nasrani, kemudian Katolik sama (satu suara),” ucap Pahri.
Pahri pun menjabarkan lebih rinci tentang upaya menyingkirkan atau melemahkan agama dari pendidikan Indonesia. Ia menjelaskan tentang ‘desain’ profil guru dan profil siswa yang disusun oleh Kemendikbud yang justru meminggirkan agama. Bahkan hal tersebut memicu perdebatan yang panjang dan tak diketahui hasil akhirnya.
“Desain profil guru, desain profil siswa itu kami lihat itu frasa agamanya agak terpinggirkan. Dan itu juga perdebatan lama, hanya gak ngerti selesainya itu apa diakomodir apa tidak,” ujar Pahri.
Ia meminta pihak Kemendikbud baik Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) maupun para tim penyusun kebijakan pendidikan agar lebih hati-hati lagi dalam menyusun kebijakan. Salah satu aspek penting yang harus jadi pertimbangan serius mereka ialah memahami aspek kesejarahan di Indonesia. Agama memiliki peran sentral bagi bangsa Indonesia, yang bahkan dijamin dan dilindungi oleh negara.
“(Kembali ke sejarah bangsa Indonesia) jangan hanya karena semangat memajukan pendidikan Indonesia kemudian melupakan akar sejarah NKRI itu,” ungkap Pahri.
“Sejarah membangun manusia Indonesia itu memang beriman, bertakwa itu, kalau ada yang nyoba-nyoba memisahkan pasti banyak yang berteriak, karena kita semua tidak ingin anak-anak didik kita itu, jadi anak didik yang lepas dari nilai-nilai agamanya,” pungkasnya.
Draft PJPN Dinilai Sekuler
Sementara itu Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mengaku tidak mengetahui perihal sengaja tidaknya sekulerisasi pendidikan itu dilakukan. Hanya saja ia tidak menampik jika banyak pihak menduga telah terjadi upaya sekulerisasi pendidikan. Sebab dari draf yang disusun oleh Kemendikbud memang tidak memasukan frasa agama.
“Kalau usaha sekularisasi saya tidak tahu. Hanya mungkin orang akan berpendapat bahwa PJP (Peta Jalan Pendidikan) ini sekuler? Iya,” tutur Faqih.
“Karena sejak awal kata iman dan takwa tidak ada, baru diinsert setelah dikritik,” imbuhnya.
Faqih mengungkapkan dugaan sejumlah pihak semakin nyata pasca banyak pihak yang mencermati absennya frasa agama dari 72 slide buatan Kemendikbud. Tentu dugaan tersebut wajar adanya.
“Apalagi belakangan ternyata ada yang mencermati bahwa tidak ada kata agama di dalam 72 slide pra konsep PJP itu. Maka wajar bila konsep (PJP) ini perhatian terhadap nilai agama dalam sektor pendidikan Indonesia, (dinilai) sangat minim,” ungkap Faqih.
Faqih juga mengungkapkan tentang kesimpulan dalam rapat yang dilakukan oleh Komisi X dan Kemendikbud pada 10 Maret lalu. Dikutip dari hasil notulensi rapat tersebut ada dua hal yang berkaitan dengan isu frasa agama dalam peta PJPN 2020-2035. Pertama, Komisi X DPR menyerahkan rekomendasinya yang telah dibuat oleh tim Panitia Kerja (Panja) PJP.
“Komisi X DPR RI menyerahkan Laporan Hasil Panja Peta Jalan Pendidikan kepada Mendikbud RI. Selanjutnya mendesak Kemendikbud RI untuk segera menindaklanjuti rekomendasi Panja Peta Jalan Pendidikan dan menyampaikan perkembangan tindak lanjutnya secara tertulis kepada Komisi X DPR RI pada masa sidang berikutnya,” dikutip dari kesimpulan keputusan Rapat Komisi X DPR (Rabu, 10 Maret 2021).
Kedua, Kemendikbud diminta memperbaiki kembali pola komunikasinya terkait dengan pembuatan kebijakan. Salah satu kebijakan yang belakangan di sorot ialah tidak adanya frasa agama dalam PJP.
“Kemendikbud RI untuk memperbaiki pola komunikasi dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan. Sehingga setiap kebijakan pendidikan dapat dipahami secara baik dan tepat oleh masyarakat seperti terkait tidak adanya kata ‘agama’ dalam Peta Jalan Pendidikan,” ujar Faqih dalam kesimpulan rapat tersebut.
Reporter: Kukuh Subekti