(IslamToday ID) – Penyidik senior KPK Novel Baswedan dikabarkan tidak lolos tes wawancara kebangsaan (TWK) sebagai alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lembaga antirasuah itu.
Dikonfirmasi, Novel mengatakan ada upaya dari dalam untuk menyingkirkan orang-orang berintegritas di tubuh KPK. Ia juga menduga ada rencana salah satu pimpinan KPK yang hendak memecat pegawai tak lolos tes tersebut.
“Iya benar, saya dengar info tersebut. Upaya untuk menyingkirkan orang-orang baik dan berintegritas dari KPK adalah upaya lama yang terus dilakukan,” kata Novel seperti dikutip dari CNN Indonesia , Selasa (4/5/2021).
“Bila info tersebut benar, tentu saya terkejut. Karena baru kali ini upaya tersebut justru dilakukan oleh pimpinan KPK sendiri,” lanjutnya.
Informasi dari sejumlah sumber menyebutkan total ada 75 pegawai yang tak lolos ujian alih status ASN. Artinya mereka yang tak lolos ujian itu terancam diberhentikan bekerja dari KPK.
Seorang sumber yang enggan disebut namanya menuturkan ada pemaksaan kehendak dari Ketua KPK, Firli Bahuri, yang berencana memberhentikan para pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
“Dalam Rapim setelah TWK diterima KPK, Firli bersikeras memecat yang tidak lulus ASN, padahal sudah diperingati oleh pimpinan dan pejabat struktural yang lain, bahwa tidak ada dasar memecat, kemudian dasar penilaian juga tidak ada indikator (yang) jelas,” kata sumber tersebut.
Dari sumber internal ini diketahui mereka yang tidak lolos ujian terdiri dari Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) penyidik dan penyelidik dari unsur internal, pengurus inti Wadah Pegawai (WP) KPK, hingga pegawai berprestasi lainnya. Novel termasuk satu di antara 75 pegawai tersebut.
Sementara itu, Firli enggan menanggapi kabar perihal rencana pemecatan tersebut. Jenderal polisi bintang tiga ini hanya menyampaikan bahwa KPK telah menerima hasil tes dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), tetapi belum membuka data tersebut.
“Silakan ke Sekjen untuk hal tersebut karena sampai saat ini pimpinan belum membuka hasil tes wawasan kebangsaan. Hasil tes wawasan kebangsaan diterima Sekjen dari BKN tanggal 27 April 2021 dan sampai sekarang belum dibuka,” ucap Firli.
Screening Ideologi
Dikutip dari Koran Tempo edisi 11 Maret 2021, materi dalam tes wawancara di KPK sempat menjadi sorotan, karena lebih mirip screening ideologi. Tes diselenggarakan pada 9-10 Maret 2021 di Gedung II BKN, Jakarta Timur.
Seorang pegawai KPK setelah menjalani tes saat itu mengatakan dalam tes yang berisi tiga modul buatan Dinas Psikologi TNI AD itu para pegawai diminta menyatakan sikap pada beberapa pertanyaan.
“Di modul ketiga, kami dikasih empat pertanyaan, disuruh memilih yang paling sesuai sama kami. Di sini ada salah satu pernyataan: Nabi adalah suci dan berbeda dengan manusia lain,” kata pegawai itu.
Soal itu berlanjut pada modul berbentuk esai yang disebut Indeks Moderasi Beragama. Dalam esai itu, mereka diminta untuk menjawab revisi UU KPK sebagai kebijakan pemerintah yang tak disetujuinya.
Selain itu, menurutnya, pada bagian esai ia diminta untuk menyatakan pendapat mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI), Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), serta LGBT.
Seorang pegawai lainnya juga mengeluhkan soal pernyataan seperti “Penista agama harus dihukum mati” dan ada pula pernyataan “Semua China sama saja”. “Ini pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan tugas kami di KPK,” ujarnya.
Independensi Terkikis
Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai setidaknya ada empat persoalan yang akan muncul akibat peralihan status kepegawaian KPK menjadi ASN.
Pertama, makin terkikisnya independensi KPK, sebab salah satu ciri lembaga negara independen tercermin dari sistem kepegawaiannya yang dikelola secara mandiri. Ini juga merupakan implementasi dari self regulatory body yang ada pada lembaga negara independen.
“Kedua, sulit diharapkan keberaniannya (KPK) dalam menindak pelaku korupsi yang berasal dari lingkup pemerintahan. Ketika hal ini terealisasi seluruh aturan kepegawaian KPK bukan lagi tunduk pada KPK, akan tetapi justru pada Kemenpan-RB, yang mana merupakan bagian dari pemerintah,” kata Kurnia seperti dikutip dari Hukum Online.
Sementara, ketiga, penanganan perkara sewaktu-waktu dapat terganggu dengan adanya alih status kepegawaian ini. Hal ini karena ketika pegawai KPK menjadi bagian dari ASN maka kapan saja dapat dipindahkan ke lembaga negara lainnya, sehingga penanganan perkara korupsi yang sedang ditangani menjadi terganggu.
Kemudian poin keempat, berpotensi mengurangi independensi penyidik karena dengan berlakunya regulasi ini, maka setiap penyidik KPK akan berganti status menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sedangkan Pasal 7 ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa PPNS dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan kepolisian.
“Itu di bawah penyidik PPNS Brigjen Prasetyo Utomo yang sudah menjadi tersangka. Ini hanya efek domino dari UU KPK baru,” terangnya. [wip]