(IslamToday ID) – KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Novi Rahman Hidayat (NRH) pada Ahad (9/5/2021) sore.
“KPK bekerja sama dengan Bareskrim Polri melakukan OTT Bupati Nganjuk,” ujar seorang sumber seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (10/5).
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membenarkan pihaknya melakukan OTT terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dan sejumlah pihak lainnya.
Ia mengatakan dalam operasi senyap tersebut turut diamankan barang bukti berupa uang yang belum bisa ia sebutkan jumlahnya.
“Benar, KPK melakukan tangkap tangan di Nganjuk. Siapa saja dan berapa uang yang diamankan kita sedang melakukan pemeriksaan,” ujarnya.
Para pihak yang ditangkap itu saat ini masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Berdasarkan ketentuan KUHAP, lembaga antirasuah mempunyai waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang ditangkap termasuk sang bupati.
Ghufron menjelaskan dugaan tindak pidana korupsi ini berkaitan dengan lelang jabatan. “Diduga TPK (Tindak Pidana Korupsi) dalam lelang jabatan,” ujarnya.
Komisioner berlatar belakang akademisi ini enggan menyampaikan secara detail perbuatan yang diduga melibatkan bupati. Ia hanya menerangkan penyidik masih melakukan pemeriksaan.
“Detailnya kami sedang periksa, bersabar dulu nanti kami ekspose,” kata Ghufron.
Bupati Novi Rahman Hidayat diketahui memiliki total harta kekayaan senilai Rp 116,8 miliar. Mengutip data pada elhkpn.kpk.go.id, jumlah harta tersebut dilaporkan Novi pada 27 April 2020. Jumlah ini meningkat dibandingkan laporan tahun sebelumnya.
Novi turut melaporkan kepemilikan 32 bidang tanah yang tersebar di Nganjuk, Kediri, Jombang, Malang, Mojokerto, Surabaya, Karawang, Tangerang, Jakarta Selatan, hingga Kotawaringin Timur. Nilainya mencapai Rp 58.692.120.000.
Selain itu, ia juga mencantumkan laporan harta berupa alat transportasi dengan jumlah Rp 764 juta. Rinciannya, mobil Toyota Harier 2.4L 2WD AT Tahun 2005, hasil sendiri, Rp 346,5 juta; mobil Suzuki SJ 410 Katana tahun 2006, hasil sendiri, Rp 67,5 juta; dan mobil Toyota Hiace Commuter Hiace 2.5 MT tahun 2011, hasil sendiri, Rp 350 juta.
Politikus PKB ini juga mempunyai harta bergerak lainnya senilai Rp 1,21 miliar; surat berharga Rp 32.201.677.364; serta kas dan setara kas Rp 26.479.737.305.
Nilai keseluruhan harta kekayaan Novi mencapai Rp 119.347.534.669. Namun, ia juga turut melaporkan utang yang dimilikinya yakni Rp 2,45 miliar. “Total harta kekayaan Rp 116.897.534.669,” sebagaimana dilansir dari situs elhkpn.kpk.go.id.
Angka itu lebih besar dibandingkan dengan laporan yang dilayangkan Novi pada 31 Maret 2019. Ketika itu, ia memiliki harta senilai total Rp 102.961.237.785. Sedangkan dalam laporan tanggal 9 Januari 2018, tepatnya saat masih menjadi calon bupati, harta kekayaan Novi berjumlah Rp 94.148.193.957.
Wejangan Jokowi
Penangkapan terhadap orang nomor satu di Nganjuk ini bukan pertama kali dilakukan KPK. Empat tahun sebelumnya, tepatnya 25 Oktober 2017, tim penindakan juga menangkap Bupati Nganjuk kala itu Taufiqurrahman.
Taufiqurrahman ditangkap juga terkait kasus lelang jabatan. Tapi ia saat itu tidak ditangkap di Nganjuk, melainkan di DKI Jakarta. Ia ditangkap tim Satgas KPK usai menghadiri pertemuan yang digelar Presiden Jokowi. Saat itu, Jokowi memang tengah mengumpulkan para kepala daerah di Istana Negara.
Dalam pertemuan dengan para kepala daerah, Jokowi mengingatkan agar kepala daerah tak sembarangan menggunakan uang rakyat. Alih-alih mendengar wejangan dari Jokowi, Taufiqurrahman malah menerima suap usai menghadiri pertemuan tersebut.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat itu mengatakan bahwa pada Selasa, 24 Oktober 2017, Taufiqurrahman menginap di Hotel Borobudur usai menghadiri acara di Istana Negara. Kemudian, pada malam harinya, istri dari Taufiqurrahman, Ita Triwibawati bersama ajudannya tiba di Hotel Borobudur tempat suaminya menginap.
Selain Ita dan ajudan, rombongan lainnya tiba di Jakarta pada malam yang sama. Mereka adalah Kepala Sekolah SMPN 2 Ngronggot Suwandi, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Nganjuk Ibnu Hajar, dan seorang wartawan media online Nganjuk. Namun mereka bermalam di hotel lain.
Pada Rabu 25 Oktober 2017 pagi, Suwandi, Ibu Hajar dan seorang wartawan Nganjuk menuju Hotel Borobudur, lokasi Bupati Nganjuk menginap. Pada hari yang sama, tiga orang rombongan lain juga tiba di Jakarta dan langsung menuju Hotel Borobudur.
Terdiri dari SA (Lurah di Kabupaten Nganjuk), S (mantan Kepala Desa di Nganjuk), dan J (Sekretaris Camat Tanjung Enam).
Sekitar pukul 11.00 WIB, ke-10 orang tersebut bertemu di restoran Hotel Borobudur. Saat itu Ibnu Hajar dan Suwandi akan menyerahkan Rp 298,2 juta yang dimasukkan ke dalam dua tas berwarna hitam.
“Sekitar pukul 11.30 WIB, lima orang yaitu TFR bersama istrinya, kemudian D dan dua ajudannya akan meninggalkan hotel. Sedangkan lima orang lainnya tetap berada di tempat dan dititipkan tas (berisi uang) itu kepada Ibnu Hajar,” kata Basaria saat konferensi pers seperti dikutip dari Liputan 6.
Saat itu tim KPK segera menghentikan rombongan yang akan berangkat. Lalu tim amankan kelimanya beserta sopir rental. Dan pada saat yang sama, tim mengamankan lima orang yang masih berada di dalam hotel, bersama dua tas berisi Rp 298,2 juta.
Total uang yang diamankan Rp 298,2 juta. Berada di tangan Ibnu Hajar senilai Rp 149,12 juta dan dari Suwandi senilai Rp 148,9 juta. Lalu semuanya dibawa ke kantor KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Tak lama berselang, tim penindakan KPK juga mengamankan Mohammad Bisri di sebuah hotel di Jalan Jenderal Soedirman. Secara terpisah, tim penindakan mengamankan delapan orang lainnya di Nganjuk, Jawa Timur.
“Yaitu T, H (Hariyanto-Kadis Lingkungan Hidup) SUT, CSW, dan SUR. Kemudian dilakukan pemeriksaan awal di Polres Nganjuk,” kata Basaria. [wip]