(IslamToday ID) – RS (34), perawat atau tenaga kesehatan (nakes) di Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19 Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, resah karena insentifnya untuk bulan April 2021 belum diterima. Padahal sebentar lagi lebaran tiba.
Ia adalah satu dari sekian banyak nakes yang belum menerima pembayaran insentif yang merupakan haknya. “Keluarga sudah meminta uang untuk keperluan lebaran. Mau bagaimana lagi. Harus menggerogoti tabungan, untuk makan saja harus irit, lebih sering makan mi. Apalagi, sekarang jatah makan hanya sekali sehari,” kata RS pada hari Ahad (9/5/2021).
RS telah bekerja di zona merah, yang bertugas merawat para pasien Covid-19 sejak Mei 2020. Ia bersama 13 perawat lain direkrut Pemprov Jawa Timur. “Tiap bulan biasanya menerima Rp 7,5 juta. Biasanya dibayar tanggal 29, lalu menjadi tanggal 1 di bulan berikutnya. Tetapi, ini yang bulan April belum dapat sampai hari ini,” katanya seperti dikutip dari Kompas.
Bagi para nakes yang menjadi sukarelawan penanganan Covid-19, insentif ini merupakan satu-satunya pendapatan. Mereka tak digaji dan tidak mendapat jasa layanan kesehatan.
“Sejak awal saya berniat jadi sukarelawan, membantu merawat pasien Covid-19. Tetapi, kami juga jadi tulang punggung keluarga. Saya harus bayar cicilan rumah, listrik, dan uang bulanan keluarga,” kata RS.
RS mengatakan, nasib lebih memprihatinkan dialami para sukarelawan nakes di Rumah Sakit Lapangan Indrapura yang direkrut Kementerian Kesehatan (Kemenkes). “Mereka banyak yang belum dibayar sejak Desember 2020. Kalau kami dibayar melalui daerah, mereka langsung pusat, tetapi nasibnya lebih prihatin,” ujarnya.
Salah seorang perawat, sukarelawan yang direkrut Kemenkes untuk bekerja di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, yang minta namanya tidak disebutkan mengaku belum dibayar sejak November 2020. Padahal, ia menjadi penopang hidup keluarga. “Saya harus bayar kontrakan untuk keluarga dan membeli susu anak,” katanya.
Menurutnya, pembayaran tidak merata. Ada sebagian nakes yang sudah dibayar untuk bulan November 2020. “Tetapi, untuk bulan Desember 2020 belum ada satu pun yang dibayar setahu saya. Padahal, perawat aktif saja ada 1.421 orang, belum lagi nakes yang lain,” katanya.
Sementara untuk bulan Januari 2021, sebagian nakes di RSDC Wisma Atlet sudah dibayar. Namun, pendataan yang dilakukan Jaringan Nakes Indonesia (JNI) menunjukkan, hingga Sabtu (8/4/2021), masih ada 400 nakes di RSDC yang belum dibayar pada Januari 2021. “Untuk Februari sampai April belum ada perawat di RSDC yang dibayar,” kata perwakilan perawat dari JNI.
Sesuai dengan amanat Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/MENKES/4239/2021 tentang Kriteria Tenaga Kesehatan, sukarelawan tenaga kesehatan yang bekerja pada rumah sakit darurat lapangan, seperti RSDC Wisma Atlet, dan rumah sakit darurat lapangan lainnya berhak mendapat insentif dan santunan kematian. Untuk perawat besarannya Rp 7,5 juta per bulan dan dokter Rp 10 juta.
Hal yang sama juga dialami oleh seluruh nakes dan tenaga pendukung nakes di Buleleng yang hingga saat ini belum menerima insentif, selama empat bulan di penghujung 2020 lalu.
Kondisi tersebut terjadi karena insentif nakes yang diperlukan di 2020 melebihi dari anggaran yang telah disiapkan.
Mendengar informasi tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Buleleng Luh Hesti Ranitasari langsung melakukan pengecekan dan konfirmasi ke Dinas Kesehatan Buleleng, Senin (10/5/2021).
Srikandi Partai Demokrat ini mencari tahu duduk permasalahan hingga terjadi situasi ini. Ia pun mendesak Pemkab Buleleng untuk segera mencairkan insentif nakes dan tenaga penunjang nakes, sehingga mereka dapat segera menikmati haknya.
Menurut Ranitasari, tunggakan insentif nakes dan tenaga penunjangnya itu belum terbayarkan sejak September, Oktober, November, dan Desember 2020. Jumlah totalnya mencapai Rp 3,6 miliar.
“Saya mendengar banyak nakes yang protes karena insentif mereka belum cair. Saya cek langsung ke Dinkes ternyata anggaran yang disiapkan untuk insentif nakes dan tenaga penunjang yang melayani Covid-19 tahun 2020 hanya cukup sampai bulan Agustus (2020),” kata Ranitasari.
Ia menjelaskan dari informasi yang didapatkan di Dinas Kesehatan, pada tahun 2020 lalu pemerintah pusat menganggarkan Rp 7,6 miliar untuk insentif nakes dan tenaga penunjang nakes. Namun di tengah perjalanan anggaran itu tidak mencukupi, sehingga pusat memerintahkan kekurangannya ditangani Pemkab Buleleng.
“Sekarang anggarannya sudah ada dari APBD. Tetapi mereka (Dinkes) masih menunggu juknis. Saya beri deadline bagaimana caranya bulan ini harus beres. Karena kan kasihan mereka (nakes dan tenaga penunjang),” ucap Ranitasari.
Mengadu LBH Jakarta
Berkenaan insentif, para nakes di RSDC Wisma Atlet Kemayoran melayangkan aduan dan permohonan bantuan hukum kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
“Iya, ada pengaduan dan permohonan bankum (bantuan hukum) dari nakes Wisma Atlet soal insentif,” ujar Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (7/5/2021).
“Secara detail aku mungkin enggak bisa sampaikan sekarang ya. Tapi, intinya memang ada persoalan insentif yang belum dibayarkan,” lanjutnya.
Arif mengaku pihaknya juga menerima informasi mengenai dugaan intimidasi dari tentara dan aparat kepolisian terhadap para nakes. “Bahkan bukan hanya dari tentara, tapi dari kepolisian juga,” ujarnya.
Terpisah, Komandan Lapangan Satgas Covid-19 RSD Wisma Atlet Letkol TNI Laut M Arifin menegaskan pihaknya selama ini tidak pernah melakukan tindakan represif kepada para relawan nakes terkait persoalan insentif.
“Tidak pernah, kita terutama masalah insentif menekan, tidak ada. Saya yang di lapangan, saya dekat semua bagian lapangan, saya tahu persis kalau masalah penekanan insentif tidak pernah ada,” kata Arifin dalam acara daring, Jumat (7/5/2021).
Ia sekaligus menjelaskan bahwa insentif relawan nakes di RSDC Wisma Atlet sebagian sudah dibayarkan dan sebagian tengah berproses. Pun menurutnya, selama ini pemerintah telah memberikan fasilitas tempat tinggal dan konsumsi terhadap para relawan.
Arifin lantas kembali mengingatkan bahwa sedari awal pihaknya sudah mewanti-wanti bahwa relawan bekerja secara sukarela.
Apabila ada besaran insentif yang ditawarkan, maka bisa dibilang sebagai bonus. Namun ia juga memastikan bahwa pihaknya terus berupaya mendorong pemerintah untuk memberikan insentif kepada para relawan nakes.
“Nakes di sini merupakan relawan yang berjuang demi kemanusiaan secara sukarela. Dan saya garisbawahi bahwa reward dari pemerintah itu suatu kebijakan, sehingga bukan merupakan patokan,” pungkasnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Kontrak Tak Diperpanjang
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kesehatan Kemenkes Trisa Wahjuni Putri mengakui ada tunggakan pembayaran insentif nakes sejak Desember 2020. Adapun keterlambatan penyaluran untuk 2021 salah satunya karena ada perubahan mekanisme, yaitu dari sebelumnya ke fasilitas kesehatan menjadi ke rekening nakes.
Menurutnya, Kemenkes telah membayarkan insentif untuk Maret-November 2020 sebesar Rp 63 miliar. Adapun insentif bulan Desember 2020 baru dibayar tahun 2021 secara bertahap.
Tahap pertama dibayarkan pada 13 April 2021 sebesar Rp 13,3 miliar untuk 2.090 nakes dan tahap kedua Rp 8 miliar untuk 1.051 nakes. Ia juga berjanji mempercepat tunggakan insentif untuk tahun 2021.
Sekalipun disebut tidak ada tekanan, perawat di RSDC Wisma Atlet yang memperjuangkan hak insentif yang belum dibayarkan itu akhirnya tidak diperpanjang kontraknya mulai Senin (10/5/2021).
“Saya ikhlas diberhentikan, tetapi tidak akan berhenti meminta hak kami, dan menyuarakan hak teman-teman yang ada di dalam yang belum dibayar,” kata seorang perawat RSDC Wisma Atlet tersebut.
Pada surat kontraknya, perawat yang tidak diperpanjang kontraknya ini sudah bekerja di Wisma Atlet sejak pembukaan gelombang pertama Mei 2020. “Memang, surat perpanjangan kontraknya habis tanggal 8 Mei kemarin dan tidak diperpanjang,” kata Letkol TNI Laut (K) M Arifin dari Humas RSDC ketika dikonfirmasi pada Senin (10/5/2021) malam.
Ia pun menambahkan untuk insentif juga sebagian sudah cair. “Saya yakin sebelum lebaran akan cair dan sekarang sudah cair,” katanya.
Lebih lanjut, Arifin menambahkan, jumlah pasien menurun sehingga memerlukan efisiensi. “Yang enggak diperpanjang juga banyak terkait pulang kampung sebelum lebaran. Ada banyak macam alasan tidak diperpanjang itu, banyak hal yang jadi pertimbangan,” imbuhnya.
Sementara itu, informasi yang didapatkan, baru sebagian insentif yang menjadi tanggung jawab Kemenkes mulai dibayarkan pada Senin (10/5/2021).
Insentif Dipotong
Firdaus Ferdiansyah dari Lapor Covid-19 mengatakan berdasarkan survei yang dilakukan bersama organisasi profesi nakes sejak 8 Januari 2021 hingga 6 Mei 2021, sebanyak 3.484 nakes di seluruh Indonesia mengaku belum menerima insentif.
Sebanyak 344 orang di antaranya mengaku sudah menerima insentif, tetapi tidak rutin dan ada pemotongan. Hanya 868 nakes yang mengaku sudah menerima insentif tanpa melaporkan ada masalah.
Firdaus mencontohkan, nakes di salah satu rumah sakit di Batu, Malang, Jawa Timur, melaporkan insentifnya dipotong dari seharusnya Rp 7,5 juta menjadi hanya Rp 3 juta per bulan. “Pemotongan insentif sudah terjadi sejak awal dan berlanjut hingga September 2020. Sejak November insentif belum didapatkan,” katanya.
Contoh lain, laporan nakes dari salah satu rumah sakit di Nganjuk, Jawa Timur, mengaku mendapatkan insentif dari pemerintah daerah untuk bulan Maret hingga Mei 2020 sebesar Rp 8,7 juta. Untuk bulan Juni 2020 tidak dapat insentif, lalu Juli dan Agustus 2020 mendapat dari Kemenkes sebesar Rp 15 juta. Berikutnya, sejak September 2020 hingga April 2021 tidak lagi mendapatkan insentif.
Sementara dokter di RS Polri di Bojonegoro, Jawa Timur melaporkan insentifnya dipotong 50 persen, dari seharusnya Rp 10 juta menjadi Rp 5 juta. “Baru terima insentif mulai bulan Februari 2021 sebesar Rp 10 juta. Namun, arahan dari atasan kami disuruh tarik cash (tunai) seluruhnya, lalu dikumpulkan ke rumah sakit dan diserahkan ke kami Rp 5 juta,” tulisnya.
Firdaus mengatakan, sengkarut penyaluran dana insentif nakes ini rentan dikorupsi. Padahal, nakes telah mengalami tekanan hebat selama pandemi ini. Kajian Lapor Covid-19 sebelumnya juga menunjukkan nakes di Indonesia banyak mengalami stigma sosial, salah satunya marak tuduhan mereka mengambil untung dengan “mengcovidkan” pasien. [wip]