IslamToday ID — Eks Menteri Perekonomian, Rizal Ramli menilai kebijakan yang dibuat pemerintah semakin mempersulit rakyat. Rizal Ramli menyebutkan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan berbanding terbalik dengan yang seharusnya.
Seperti hal nya memberikan insentif untuk pertambangan batubara yaitu membebaskan pembayaran royalti untuk pengusaha tambang. Menurut Rizal, pemberikan insentif ini akan semakin merusak lingkungan karena akan mengundang banyak pengusaha untuk ‘main’ batubara.
Lanjutnya, kebijakan yang berbanding terbalik itu datang dari rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), dalam analisisnya kenaikan pajak ini akan mempersulit ekonomi masyarakat sebab PPN langsung berimbas pada konsumen, bukan produsen ataupun pemilik usaha.
“Kita malah sebaliknya kita bikin mudah perusakan lingkungan, kita bikin mudah konversi hutan jadi kebon sawit dan sebagainya, seperti yang dimungkinkan oleh undang-undang omnibuslaw. Dari segi lain, rakyat hidupnya dibikin susah terus misalnya ppn tadinya 10 pesan dinaikin 15 persen yang namanya PPN yang kena itu rakyat bawah konsumen bukan produsen-produsen atau yang punya pabrik” ungkapnya dalam Youtube Barvos Radio Indonesia, selasa (25/5/21)
Kerja DPR Seperti PNS
Tak hanya itu, Ekonom Senior ini juga menyebutkan Parlemen di Indonesia tidak bisa lagi mendengar suara rakyat. Padahal dalam situasi seperti sekarang ini masyarakat akan berharap ada yang mendengar suara kritis mereka.
Dalam tayangan video tersebut, Rizal mengatakan masyarakat sudah memahami bahwa parlemen seolah hanya patuh kepada pemerintah dan ketua umum partainya saja. Tak sesuai dengan devinisi parlemen secara hukum, yaitu DPR RI yang dimandatkan rakyat memiliki tugas penting sebagai pengontrol pemerintah.
“Paham betul bahwa parlemen sekarang ini sudah kurang lebih jadi order pemerintah bahkan sekarang secara menteri pun tidak, sekarang ini jadi apa yang bisa diharapkan masyarakat supaya pemerintah itu betul-betul bisa berkomunikasi dan mau mendengar suara rakyat?” katanya.
Rizal Ramli melihat hal ini sangat berbeda dengan awal reformasi di era kepemimpinan Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid. Kala itu, para wakil rakyat di Senayan benar-benar bekerja dan komitmen terhadap demokrasi.
“ini, kalau hari ini sebagian besar kerjanya ( DPR ) manut doang udah kayak PNS” ucapnya.
Mantan Menteri Perekonomian Presiden Abdurachman Wahid (Gus Dur) itu melihat di era sekarang, pengendali kekuatan wakil rakyat tidak lagi berada di Senayan, melainkan terletak pada para ketua umum parpol yang dinaunginya.
“Ya karena sehabis Suharto jatuh zaman Gusdur sama zaman Habibie tidak ada hak recall jadi ketua umum partai tidak berhak recall anggota DPR yang kritis kecuali kasus kriminal, sehingga anggota DPR nya itu jauh lebih kritis dari zaman pak Harto apalagi zaman hari ini, zaman Habibi dan zaman Gus Dur, setelah Gus Dur ganti diubah sistemnya anggota DPR yang kritis bisa di recall ditarik tidak jadi anggota DPR lagi hanya oleh ketua umum, sehingga yang lainnya itu bersikap kebanyakan bebek kebanyakan manut ya kan, sehingga sebetulnya kita nggak perlu 550 anggota DPR ngapain ya kan cukup ketua partai aja deh,” pungkasnya.
Penulis Kanzun