ISLAMTODAY — November 1962, suasana di Kota Bandung, khususnya di lingkungan kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) memanas.
Para aktivis GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) menebar pamplet dan aksi-aksi menuntut Mochtar Kusumaatmadja dipecat sebagai Dekan Fakultas Hukum Unpad.
Para aktivis GMNI menganggap Mochtar anti Manipol-Usdek karena kerap mengkritik kepemimpinan Presiden Sukarno.
Dalam sebuah perkuliahan, Mochtar antara lain pernah menyatakan, “Nehru lebih berpengalaman dari Sukarno dalam soal politik luar negeri.”
Bahkan, di lain kesempatan, Mochtar pernah menyebut Bung Karno sebagai, “Sosialis musiman”.
Bung Karno yang tengah berada di Tokyo, Jepang rupanya mendapat laporan tentang aksi GMNI tersebut.
Bung Karno langsung mengirim telegram kepada Menteri Pendidikan Prof Tojib Hadiwidjaja pada 16 November 1962 untuk memberhentikan Mochtar sebagai dekan.
“Bung Karno kan pemimpin besar revolusi, Presiden seumur hidup. Bung Karno itu kayak diketawain gitu,” kata Sarwono Kusumaatmadja kepada detikcom, Juni 2015.
Pemecatan itu, Sarwono melanjutkan, sedikit banyak membawa perubahan terhadap pembawaan sang kakak di kemudian hari. Selain menjadi kian alergi terhadap politik, Mochtar belajar lebih efektif dalam berkomunikasi.
Perumus Negara Kepulauan
Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy, Dr. phil. Shiskha Prabawaningtyas, menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Bapak Prof. Mochtar Kusumaatmadja.
“Kami memberikan penghormatan luar biasa kepada putera bangsa terbaik atas pemikiran yang visioner dan strategis dalam merumuskan konsep negara kepulauan yang sebagai wujud konsep kedaulatan teritorial Indonesia, Tanah Air. Semoga beliau Khusnul Khotimah dan keluarga yang ditinggalkan mendapat kesabaran dan keikhlasan”, demikian pernyataan Shiskha di laman paramadina.
Shiskha menambahkan “Konsep negara kepulauan yang digaungkan lantang pada podium internasional ke seluruh penjuru dunia melalui Deklarasi Djuanda tahun 1957.
Adapun, Konsep negara kepulauan yang dalam implementasinya diwujudkan dalam konstruksi “Wawasan Nusantara”, wawasan kesatuan bangsa dan negara dalam segala bidang kehidupan politik, ekonomi, kebudayaan, dan pertahanan dan keamanan yang harus diwujudkan demi kepentingan nasional. “
“Bangsa Indonesia memberikan penghargaan tertinggi dan tertulus kepada perjuangan diplomasi perbatasan atau “border diplomacy” Indonesia yang dipimpin oleh Prof Mochtar Kusumaatmadja secara gigih dan heroik selama 25 tahun proses diplomasi multilateral dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa. “ imbuh Shiskha.
Shiskha mengatakan “Konsep negara kepulauan Indonesia akhirnya diakui secara internasional ketika diadopsi sebagai bagian dari tatanan kodifikasi hukum internasional pada tanggal 10 Desember 1982 melalui Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa – Bangsa (United Nations on the Law of the Seas/UNCLOS) di Montego Bay, Jamaica. Indonesia meratifikasi UNCLOS melalui UU No. 17 Tahun 1985.“
“Salam hormat dan ketulusan mendalam atas buah pemikiran Prof. Mochtar Kusumaatmadja yang mewujudkan konsep Tanah Air melalui Wawasan Nusantara.”, Sishka, di Jakarta, 6 Juni 2021.
Merengkuh Berbagai Jabatan Publik
“Beliau merupakan Guru Besar dan Dekan di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II Kabinet Pembangunan II (1973-1978), dan Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan III dan IV Kabinet Pembangunan III dan IV (1978-1988),” demikian tulis akun Instagram resmi Kantor Staf Presiden (KSP)
Adapun Mochtar Kusumaatmadja lahir di Jakarta pada 17 Februari 1929. Ia merupakan putra dari pasangan R Taslim Kusumaatmadja dan Sulmini.
Ia menamatkan pendidikan hukumnya dengan spesialisasi hukum internasional di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1955.
Pada tahun 1956, ia mendapat gelar Master of Laws (LL.M.) dari Yale Law School Amerika Serikat.
Meski kerap mendapat kesan angkuh, tetapi Mochtar merupakan orang yang percaya diri berkat keahliannya di bidang hukum internasional.
Sebelum menjadi menteri, sejak tahun 1959, ia menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad).
Ia kemudian diangkat menjadi Guru Besar Hukum Internasional di Fakultas Hukum Unpad dan menjadi Rektor Unpad pada 1972.
Pada tahun 1974, ia pun dipercaya Presiden Soeharto menjadi Menteri Kehakiman dalam Kabinet Pembangunan II.
Kemudian menjadi Menteri Kehakiman pada 1978 dan sebagai Menteri Luar Negeri di Kabinet Pembangunan III.[IZ]
Sumber: Detikcom, Kompas, Paramadina, KSP