(IslamToday ID) – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjawab kekhawatiran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan ketidakmampuan membayar utang yang mencapai ribuan triliun.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengungkapkan dalam pengelolaan utang dan pembiayaan APBN, pihaknya mengklaim sudah menjaga pada kondisi aman.
Dalam menekan biaya utang, Kemenkeu, juga kata Prastowo telah melakukan berbagai upaya. Diantaranya melakukan sinergi dengan Bank Indonesia (BI) dalam kebijakan burden sharing.
“Sinergi pemerintah dan BI (SKB II) untuk membiayai penanganan pandemi, dimana BI ikut menanggung biaya bunga utang,” jelas Yustinus seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (24/6/2021).
Kemenkeu juga, kata Prastowo, melakukan kebijakan konversi pinjaman luar negeri, yakni dengan mengubah pinjaman dalam dolar Amerika (USD) dan suku bunga mengambang (basis LIBOR) menjadi pinjaman dalam Euro dan Yen, dengan suku bunga tetap mendekati 0 persen. “Sehingga mengurangi risiko dan beban bunga ke depan,” tuturnya.
Selain itu, upaya yang juga dijalankan oleh pemerintah dalam hal ini Kemenkeu adalah dengan melakukan strategi pengelolaan pembiayaan melalui upaya menurunkan yield di tahun 2020 yang dapat menekan yield SBN sekitar 250 bps mencapai 5,85 persen di akhir tahun atau sudah turun 17 persen sejak awal tahun 2021 (year to date).
“Dengan berbagai respons kebijakan tersebut, ekonomi Indonesia di 2020 cenderung tumbuh relatif cukup baik dibanding negara lain,” ujar Yustinus.
“Pemerintah sepakat untuk terus waspada dan mengajak semua pihak bekerja sama dalam mendukung pengelolaan pembiayaan negara. Pemerintah senantiasa mengelola pembiayaan secara hati-hati, kredibel, dan terukur, termasuk dalam beberapa tahun terakhir ini ketika terjadi perlambatan ekonomi global,” lanjut Yustinus.
Seperti diketahui, BPK mengkhawatirkan kemampuan pemerintah dalam membayar utang yang sampai dengan 31 Desember 2021 sudah mencapai Rp 6.074,56 triliun.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara, yang dikhawatirkan pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.
“Memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang,” jelas Agung dalam Rapat Paripurna, Selasa (22/6/2021). [wip]