(IslamToday ID) – Wacana Indonesia dalam kondisi darurat militer menjadi isu hangat di tengah “perang” melawan pandemi Covid-19 yang tak berujung. Wacana itu pertama kali disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
“Sebetulnya pemerintah saat ini walaupun tidak di-declare, kita ini kan dalam keadaan darurat militer. Darurat itu kan ukurannya tertib sipil, darurat sipil, darurat militer, dan darurat perang. Sekarang ini sudah darurat militer karena kita berhadapan dengan musuh yang tidak terlihat,” kata Muhadjir di Hotel University Club (UC) UGM, Sleman, DIY, Jumat (16/7/2021).
Ia mengatakan musuh tak kasatmata ini tak pandang bulu dalam memilih musuhnya. Kaidah-kaidah hukum peperangan tak berarti di mata virus Covid-19.
“Semua orang dianggap kombatan kan oleh Covid ini. Dulu kita kira orang hamil, anak-anak tidak jadi sasaran. Sekarang anak-anak dan ibu hamil sudah banyak yang jadi korban, yang meninggal sudah mulai banyak. Ini artinya perang asimetris menghadapi Covid-19,” kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Oleh karena itu, sambungnya, dalam menangani pandemi Covid-19 ini maka Presiden Jokowi juga melibatkan jajaran TNI/Polri. “Ini betul-betul daruratnya sudah darurat militer. Hanya musuhnya memang bukan musuh militer konvensional, tapi pasukan tak terlihat itu,” katanya.
Dalam kondisi darurat militer melawan virus Covid-19 ini pemerintah tak bisa berjalan sendirian. Partisipasi aktif warganya diperlukan.
Atas dasar itu, sambungnya, pemerintah tak henti-hentinya mengingatkan masyarakat agar turut melindungi diri masing-masing dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Kesadaran menerapkan protokol kesehatan adalah tameng agar terhindar dari serangan paparan Covid-19, sementara pemerintah menyiapkan kebijakan macam PPKM darurat untuk bisa dipedomani bersama.
“Presiden selalu wanti-wanti pokoknya protokol kesehatan selalu ditegakkan. Pendekatan koersif penting tetapi itu bukan segala-galanya, dan itu bukan pendekatan yang natural,” kata Muhadjir.
“Pendekatan yang natural adalah kesadaran, kesadaran masyarakat. Nah marilah kita semuanya agar masyarakar semakin menyadari. Paling nggak pakai masker, maskernya harus dobel karena tingkat ancamannya semakin ganas,” imbuhnya.
Apa Itu Darurat Militer?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V, darurat militer berarti keadaan darurat suatu wilayah yang dikendalikan oleh militer sebagai pemimpin tertinggi. Kondisi darurat militer diatur dalam peraturan perundang-undangan era Bung Karno.
Dikutip dari situs web Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Keuangan, Jumat (16/7/2021), ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 23 Tahun 1959 yang mengatur soal darurat militer.
Darurat militer adalah salah satu dari dua jenis keadaan bahaya. Selain darurat militer, ada darurat sipil dan keadaan perang.
Dalam Pasal 1 disebutkan pihak yang menyatakan darurat militer (termasuk darurat sipil dan keadaan perang) adalah presiden. Ada kondisi tertentu yang membuat presiden bisa menetapkan darurat militer. Begini bunyi pasalnya:
Perppu No 23 Tahun 1958 tentang Keadaan Bahaya
Pasal 1
(1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:
- keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
- timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
- hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
Tidak jelas betul, bagaimana mekanisme penetapan keadaan darurat militer itu, apakah lewat Keputusan Presiden (Keppres) atau produk peraturan perundang-undangan lain. Di Perppu ini hanya disebutkan bahwa keputusan dan pengumuman dimulai dan diakhirinya keadaan bahaya ada di tangan presiden. Begini bunyi pasalnya.
Perppu No 23 Tahun 1958 tentang Keadaan Bahaya
Pasal 2
(1) Keputusan yang menyatakan atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan, kecuali jikalau ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut.
(2) Pengumuman pernyataan atau penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden.
Dikuasai Militer Sampai Daerah
Penguasa tertinggi darurat militer adalah presiden/panglima tertinggi angkatan perang selaku penguasa darurat militer pusat. Pembantu presiden dalam keadaan darurat militer adalah sebagai berikut sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (2):
1. Menteri Pertama;
2. Menteri Keamanan/Pertahanan;
3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
4. Menteri Luar Negeri;
5. Kepala Staf Angkatan Darat;
6. Kepala Staf Angkatan Laut;
7. Kepala Staf Angkatan Udara;
8. Kepala Kepolisian Negara
Presiden dapat mengangkat menteri/pejabat lain apabila perlu.
Keadaan darurat militer dapat diperpanjang oleh penguasa darurat militer daerah selama enam bulan.
Penguasa darurat militer di daerah adalah aparat militer. Kepala daerah menjadi pembantu penguasa darurat militer daerah.
Perppu No 23 Tahun 1958 tentang Keadaan Bahaya
Pasal 5
(1) Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat militer dilakukan oleh Komandan Militer tertinggi serendah-rendahnya Komandan kesatuan Resimen Angkatan Darat atau Komandan Kesatuan Angkatan Laut/Angkatan Udara yang sederajat dengan itu selaku Penguasa Darurat Militer Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(2) Penguasa Darurat Militer Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh :
1. Seorang Kepala Daerah dari daerah yang bersangkutan;
2. Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;
3. Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.
Peraturan Pemerintah (PP) No 10 Tahun 1960 tentang Organisasi Pembantu Penguasa dalam Keadaan Bahaya di Daerah. PP No 10/1960 ini mengatur penguasa darurat militer daerah dibantu oleh Badan Pembantu dan Staf Penguasa Darurat Militer Daerah.
Hak Militer: Pakai Kekerasan dan Batasi Wilayah
Pada Bab V Perppu No 23/1959 tentang Keadaan Bahaya itu dijelaskan, penguasa darurat militer berhak memakai kekerasan untuk mengendalikan situasi.
Perppu No 23 Tahun 1958 tentang Keadaan Bahaya
Pasal 46
(1) Penguasa Darurat Sipil/Penguasa Darurat Militer/Penguasa Perang berhak, apabila perlu dengan memakai kekerasan meniadakan, mencegah, menjalankan atau mengembalikan dalam keadaan semula segala sesuatu yang sedang atau yang telah dibuat atau diadakan, dilakukan, diabaikan, dirusakkan atau diambil, bertentangan dengan Peraturan ini atau peraturan-peraturan atau perintah-perintah yang dikeluarkan oleh Penguasa Darurat Sipil/ Penguasa Darurat Militer Penguasa Perang berdasarkan Peraturan ini.
Penguasa darurat militer berhak mengambil kekuasaan-kekuasaan mengenai ketertiban dan keamanan umum. Penguasa darurat militer berhak menguasai telekomunikasi, menutup gedung-gedung hingga warung-warung, membatasi arus keluar masuk barang ke daerah darurat militer, hingga membatasi lalu lintas.
Penguasa darurat militer juga berhak membatasi peredaran tulisan dan gambar, hingga berhak menahan orang maksimal 20 hari dan bisa diperpanjang sampai 50 hari.
Ada pula hak penguasa darurat militer untuk melarang orang bepergian keluar wilayah. Begini bunyinya:
Perppu No 23 Tahun 1958 tentang Keadaan Bahaya
Pasal 29
Penguasa Darurat Militer berhak untuk melarang orang yang berada dalam daerah Penguasa tersebut meninggalkan daerah itu, apabila orang tersebut dipandangnya sangat diperlukan, baik untuk keamanan umum atau pertahanan maupun untuk kepentingan perusahaan-perusahaan yang amat diperlukan guna menegakkan ekonomi Negara.
Salah Kaprah
Aktivis kemanusiaan Natalius Pigai menilai sebutan status darurat militer yang disampaikan Muhadjir Effendy dalam melihat kondisi Indonesia di tengah pandemi Covid-19 salah kaprah.
Sebab dalam menentukan status darurat militer, ada beberapa kriteria yang harus dicapai. Ia menganggap Menko PMK tersebut asal bicara tanpa tahu inti dari persoalan yang dibahasnya.
“Pemerintah mengumumkan darurat militer itu sudah salah kaprah dan tidak tepat,” kata Pigai seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (17/7/2021).
Kondisi bangsa Indonesia di tengah hantaman pandemi Covid-19 memang mengkhawatirkan. Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, hingga melayangnya ribuan nyawa manusia akibat Covid-19.
Namun dengan kondisi tersebut, bukan berarti pemerintah bisa dengan mudah menyatakan darurat militer. Sebab ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menyatakan darurat militer, seperti hilangnya kepemimpinan hingga pembangkangan sipil.
Oleh karenanya, Pigai berpandangan sudah saatnya penanganan pandemi Covid-19 ditangani langsung oleh Presiden Jokowi.
“Saya kira kalau Jokowi ambil alih penanganan Covid-19, maka mampu memimpin institusi sipil, juga bisa memanfaatkan kesatuan militer dengan komando yang jelas, tegas, dan terukur, serta implementatif,” pungkasnya. [wip]