(IslamToday ID) – Istilah baru kerap digunakan pemerintah dalam membatasi mobilitas masyarakat untuk mengendalikan pandemi Covid-19. Terhitung sudah lebih dari lima kali pemerintah menggunakan istilah baru.
Tak hanya di pusat, pemerintah daerah juga kerap menggunakan istilah baru versi mereka. Seperti istilah PSBB Transisi yang pernah dipakai di DKI Jakarta, PSBB Proporsional di Jawa Barat, Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK) di Kota Bogor, hingga PSBB Pra Adaptasi Kehidupan Baru (AKB) di Kabupaten Bogor.
Setiap dari perubahan istilah itu hampir seluruhnya memiliki substansi yang sama, hanya berbeda pada level pengetatan. Perbedaan substansi itu terletak pada pengaturan, seperti jumlah kapasitas, operasional jam, hingga mobilitas warga ke luar daerah.
Dalam kurun belasan bulan itu, pemerintah terpantau belum pernah memakai istilah karantina wilayah alias lockdown. Padahal, sebelum pandemi virus corona mewabah di Tanah Air, Indonesia sudah memiliki UU RI No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang mengatur kondisi wabah.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan pihaknya telah mendorong pemerintah untuk menerapkan lockdown di Indonesia sejak awal pandemi. Menurutnya, lockdown selama kurang lebih tiga pekan saja mampu memutus rantai penularan secara apik.
Hermawan tak menampik apabila biaya lockdown begitu besar. Namun, apabila dihitung pengeluaran negara dalam 16 bulan terakhir ini, maka sejatinya lebih besar lagi biaya yang dikeluarkan, belum lagi ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 akan terkendali di Indonesia.
Senada, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga mengatakan istilah lockdown menjadi kata yang dihindari pemerintah. Ia menilai pemerintah dalam praktiknya memilih cara sendiri dengan berusaha menggabungkan aspek kesehatan dan ekonomi, padahal dua hal itu bertentangan sehingga harus dipilih salah satu.
Jamiluddin juga menilai pemerintah enggan berpedoman pada UU tentang Kekarantinaan Kesehatan lantaran dalam beleid itu mengatur bahwa segala kebutuhan masyarakat wajib dipenuhi pemerintah selama pemberlakuan karantina wilayah.
Adapun untuk memahami perbedaan dalam setiap istilah yang digunakan pemerintah pusat dalam membatasi mobilitas warga guna menekan laju penularan Covid-19 selama ini, CNN Indonesia merangkum secara singkat sebagaimana berikut:
1. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
PSBB merupakan strategi pertama pemerintah dalam menghadapi pandemi virus corona di Indonesia. Kebijakan yang pertama kali diterapkan dicetuskan Presiden Jokowi melalui PP No 21 Tahun 2020 tentang PSSB dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang diteken pada 31 Maret 2020.
Mekanisme kebijakannya, gubernur/bupati/walikota mengusulkan PSBB, menteri menetapkan persetujuan, dan PSBB diterapkan di lingkup wilayah masing-masing. Beberapa aturan yang ditetapkan seperti aktivitas bekerja kecuali di sektor esensial, ibadah, dan pembelajaran sepenuhnya dilakukan dari rumah.
Kemudian kegiatan berkumpul hanya diperbolehkan maksimal lima orang. Kegiatan di luar rumah hanya diizinkan untuk pemenuhan kebutuhan umum, penutupan pusat perbelanjaan, hingga larangan menghelat kegiatan sosial dan budaya.
2. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali
Pemerintah mengeluarkan istilah baru PPKM di Jawa-Bali pasca libur Natal dan tahun baru. Kebijakan itu khusus diterapkan di tujuh provinsi Jawa-Bali sejak 11 Januari 2021 selama dua pekan dan sempat diperpanjang satu kali.
Pemerintah mempertimbangkan tujuh provinsi itu lantaran dinilai memiliki mobilitas tinggi dan menyumbang angka kasus positif Covid-19 terbesar dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia.
Dalam pelaksanaan PPKM Jawa-Bali, pemerintah memberlakukan bekerja dari rumah atau WFH 75 persen, serta belajar secara daring. Selanjutnya, restoran menerima makan ditempat dengan kapasitas maksimal 25 persen, pusat perbelanjaan beroperasi maksimal pukul 19.00 WIB, hingga aturan perjalanan menggunakan PCR/antigen.
Selain itu, pemerintah mengatur agar tempat ibadah boleh dibuka dengan kapasitas maksimal 50 persen, lalu sektor esensial bisa beroperasi 100 persen dengan pembatasan jam operasional dan juga kapasitas pengunjung.
3. PPKM Mikro
Pemerintah mengeluarkan kebijakan anyar dengan penamaan istilah baru usai PPKM Jawa-Bali dinilai makro dan kurang efektif menekan laju penularan Covid-19 di Indonesia. Pemerintah pusat kemudian memberlakukan PPKM Mikro, masih di tujuh provinsi yang sama pada 22 Februari 2021.
Hanya saja, bedanya strategi penanganan PPKM Mikro berbasis komunitas masyarakat hingga unit terkecil di level RT/RW. Pun selanjutnya pemerintah menambah cakupan daerah hingga luar Jawa-Bali.
Pada PPKM Mikro, pekerja yang bekerja di kantor dibatasi 50 persen. Pusat perbelanjaan atau mal boleh beroperasi hingga pukul 21.00 WIB. Kemudian, kapasitas makan di restoran atau dine-in dibatasi maksimal 50 persen. Kapasitas rumah ibadah dibatasi maksimal 50 persen.
Pemerintah juga menekankan pembentukan posko Covid-19 di tingkat desa/kelurahan, hingga pembatasan operasional RT/RW berdasarkan zonasi masing-masing.
4. Penebalan PPKM Mikro
Pemerintah memutuskan memperpanjang penerapan PPKM skala mikro yang dipertebal dengan sejumlah penguatan, mulai 22 Juni hingga 5 Juli 2021. Kebijakan itu diambil usai kasus Covid-19 di Indonesia mulai melonjak pasca libur Lebaran.
Kebijakan itu antara lain mengatur larangan sekolah tatap muka di zona merah, jumlah pengunjung di tempat makan maksimal 25 persen kapasitas, jumlah pekerja maksimal 25 persen di kantor yang berada di zona merah, dan larangan operasional tempat ibadah di zona merah.
5. PPKM Darurat
Pemerintah kemudian menarik relaksasi aturan sebelumnya dan memilih memperketat sejumlah aturan dalam PPKM Darurat Jawa-Bali yang dimulai 3-20 Juli, serta disusul PPKM Darurat luar Jawa-Bali pada periode 12-20 Juli. Kebijakan ini dipilih setelah dampak lonjakan kasus Covid-19 pasca Lebaran melonjak hingga melebihi 25.000 kasus dalam sehari.
Kebijakan ini diterapkan di 48 kabupaten/kota dengan asesmen situasi pandemi level 4 dan 74 kabupaten/kota dengan asesmen situasi pandemi level 3 di Pulau Jawa dan Bali. Disusul 15 kabupaten/kota di luar Jawa-Bali.
Beberapa ketentuan yang diatur yakni penutupan kegiatan ibadah, fasilitas umum, hingga seni dan budaya. Kemudian restoran hanya melayani take away (bawa pulang), pusat perbelanjaan, pasar swalayan, dan pasar tradisional beroperasi hingga 20.00 WIB. Seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring, hingga sektor non-esensial bekerja di rumah 100 persen.
Selanjutnya, pelaku perjalanan yang menggunakan moda transportasi jarak jauh seperti pesawat, bus dan kereta api, maka mereka harus menunjukkan kartu vaksin (minimal vaksin dosis I). Khusus untuk perjalanan dengan moda pesawat, selain kartu vaksin, penumpang juga harus mengantongi hasil tes swab PCR dengan batas waktu H-2. Sedangkan penumpang untuk moda transportasi jarak jauh lainnya, seperti laut dan darat, bisa menunjukkan dokumen tes antigen dengan batas waktu H-1.
6. PPKM Level 4
Pemerintah baru-baru ini mengganti istilah PPKM Darurat menjadi PPKM Level 4 yang berlaku hingga 25 Juli 2021. Kebijakan itu dituangkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No 22 Tahun 2021 yang diteken Mendagri Tito Karnavian pada Selasa (20/7/2021).
Secara umum, aturan itu masih menerapkan berbagai pembatasan yang berlaku selama PPKM Darurat. Aturan-aturan PPKM Level 4 mengadopsi ketentuan di Inmendagri No 15, 16, 18, 19, dan 21.
Beberapa aturan yang diterapkan, misalnya kerja dari rumah 100 persen untuk sektor non-esensial. Kemudian, ada penutupan mal, pusat perbelanjaan, dan pusat perdagangan.
Kegiatan yang menimbulkan kerumunan, seperti resepsi pernikahan, dilarang. Sekolah dilakukan dengan pembelajaran jarak jauh. Rumah ibadah pun tetap dilarang menyelenggarakan ibadah berjamaah.
Masih ada pula kewajiban menunjukkan kartu vaksin bagi pelaku perjalanan jarak jauh. Masih ada juga kewajiban menunjukkan hasil tes PCR bagi penumpang pesawat dan hasil tes antigen untuk moda transportasi lain.
PPKM Level 4 berlaku di 124 kabupaten/kota di Jawa-Bali, dan 15 kabupaten/kota di luar Jawa-Bali yang sebelumnya menerapkan PPKM Darurat. Namun demikian, Presiden Jokowi menyebut pemerintah akan mulai membuka secara bertahap aturan di PPKM Level 4, apabila di 26 Juli kasus Covid-19 di Tanah Air mengalami perkembangan yang menuju ke arah pelandaian kasus. [wip]