(IslamToday ID) – Limbah medis kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) dari pasien terinfeksi virus corona (Covid-19) yang menjalani isolasi mandiri (isoman) menjadi persoalan baru.
Hal itu diungkapkan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X saat rapat koordinasi dengan Wakil Presiden Maruf Amin, Rabu (28/7/2021) lalu.
Sultan mengatakan limbah-limbah medis para pasien isoman itu menjadi sebuah persoalan besar juga di tengah lonjakan Covid-19 di daerahnya.
“Yang kami punya problem besar itu untuk B3, di isoman, Bapak. Kalau di rumah sakit dan sebagainya tidak ada masalah. Tapi di isoman ini,” katanya seperti dikutip dari siaran pers yang diterbitkan Setwapres RI seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (30/7/2021).
Sultan mengakui pihaknya belum dapat memantau penanganan limbah medis bagi pasien isolasi mandiri di rumah. Selain itu, ia juga memaparkan data penyebaran Covid-19 DIY yang diklaim mengalami penurunan di pusat keramaian.
Sultan merinci di tempat wisata perbelanjaan turun menjadi 38 persen, tempat rekreasi 29 persen, stasiun/bandara 70 persen, dan tempat kerja 25 persen.
Meski demikian, ia mengaku terjadi kenaikan di sekitar lingkungan perumahan. Sultan khawatir berpotensi menimbulkan klaster baru di lingkungan tempat tinggal.
“Ini faktual ya, memang berpindah dari jalan masuk ke rumah. Tapi ternyata belum tentu tinggal di rumah, mungkin dari luar desa, masuk ke desa, atau kongkow bukan di rumah, berbincang ke rumah tetangganya,” tutur Sultan.
Maruf Amin pun meminta agar masalah limbah medis pasien isoman diperlukan penanganan yang serius. Hal itu bertujuan agar tidak menjadi mata rantai baru dalam penyebaran virus di tengah masyarakat.
“Mungkin ada semacam BLU (Badan Layanan Umum) atau apa yang menangani. Karena itu saya minta nanti Pak Gubernur untuk berkoordinasi. Sebab masalah limbah ini menjadi masalah yang sangat penting, harus diatasi,” kata Maruf.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono menyampaikan penanganan limbah B3 medis Covid-19 bagi pasien isoman dapat dilakukan dengan penyemprotan disinfektan secara menyeluruh.
Selain itu, penggunaan alat pelindung diri (APD) juga harus tetap digunakan dalam menangani barang-barang infeksius yang ditemukan.
“Ada program disinfektan, Pak. Disinfektan yang harus dilakukan secara berkala pada tempat-tempat yang cenderung infeksius. Kemudian juga dengan fasilitas APD dan fasilitas-fasilitas lain yang sudah merupakan barang infeksius itu juga perlu kita selesaikan supaya tidak menjadi salah satu bagian dari proses pencemaran,” kata Dante.
Pengelolaan Limbah Medis
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melaporkan ada 18.460 ton limbah medis kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) yang terkumpul sepanjang pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia.
“Menurut data yang masuk kepada pemerintah pusat dan di-record Kementerian LHK, limbah medis sampai 27 Juli itu berjumlah 18.460 ton,” katanya melalui konferensi pers di YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (28/7/2021).
Siti mengatakan limbah medis tersebut berasal dari fasilitas layanan kesehatan, rumah sakit darurat, tempat isolasi, karantina mandiri, uji deteksi dan kegiatan vaksinasi di penjuru daerah.
Limbah yang termasuk limbah medis B3 di antaranya seperti infus bekas, masker, botol vaksin, jarum suntik, face shield, perban, hazmat, alat pelindung diri (APD), pakaian medis, sarung tangan, alat PCR dan antigen, serta alkohol pembersih swab.
Meskipun jumlah yang tercatat sudah terbilang besar, Siti menduga data tersebut belum meliputi angka yang sesungguhnya. Ia mengatakan asosiasasi rumah sakit memproyeksi jumlah limbah medis bisa mencapai 493 ton per hari.
Siti mengatakan pengelolaan limbah medis juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Di Jawa Barat limbah B3 medis meningkat dari 74,03 ton pada 9 Maret menjadi 836,975 ton pada 27 Juli 2021. Di Jawa Tengah, dari 122,82 ton meningkat menjadi 502,401 ton.
Di Jawa Timur, dari 509,16 ton menjadi 629,497 ton. Di Banten, dari 228,06 ton menjadi 591,79 ton. Sementara di DKI Jakarta, dari 7.496,56 ton menjadi 10.939,053 ton.
Siti mengatakan Presiden Jokowi mendorong pengelolaan limbah medis segera diselesaikan di berbagai daerah lain. Kementerian LHK pun merespons hal ini dengan memberikan relaksasi penggunaan insenerator pada fasilitas kesehatan. Relaksasi itu berupa percepatan izin dan pelonggaran penggunaan tanpa izin dengan syarat suhu 800 derajat celcius.
Selain itu, sambungnya, Jokowi juga meminta pembangunan alat pemusnahan limbah diintensifkan di setiap daerah melalui anggaran dan fasilitas yang tersedia.
“Apakah dari dana Satgas Penanganan Covid-19, dari dana DBH, DAU transfer khusus, atau dana khusus untuk daerah, diproyeksikan masih ada Rp 1,3 triliun,” tutur Siti.
Siti berujar dari dana Rp1,3 triliun yang diproyeksikan, sekitar Rp 600 miliar merupakan dana yang dialokasikan untuk transfer kepada daerah. “Pemerintah daerah jangan lengah soal limbah medis ini. Ikuti perkembangan di lapangannya, sarana-sarananya,” katanya.
Siti menegaskan pemerintah sudah menolak impor limbah B3 dari luar negeri. Meski begitu, ia masih mendapati penyimpangan masuknya kontainer yang membawa limbah ke Indonesia.
Ia berjanji Kementerian LHK akan menangani dan menindak pelaku aktivitas tersebut. Siti mengatakan pemerintah tidak akan mentolerir masuknya limbah infeksius ke wilayah Indonesia. [wip]