(IslamToday ID) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai KPK selalu melakukan kejanggalan selama proses penanganan perkara korupsi bantuan sosial (bansos) dengan terdakwa eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara.
Hal itu diungkapkan oleh peneliti ICW Kurnia Ramadhana merespons tuntutan jaksa KPK terhadap Juliari yang merupakan kader PDIP.
“KPK selalu melakukan kejanggalan dan memunculkan pertanyaan publik selama proses pemeriksaan praktik bansos tersebut,” katanya seperti dikutip dari Kompas.TV, Jumat (30/7/2021).
Dalam pernyataannya, Kurnia mengatakan tuntutan hukuman jaksa KPK terhadap Juliari terlalu rendah dan membuat sakit hati banyak pihak. ICW berpendapat hukuman yang tepat bagi Juliari adalah pidana seumur hidup.
“Menurut kami paling pantas ialah pidana seumur hidup. Ada empat argumentasi sebelum kami tiba pada kesimpulan itu,” ungkap Kurnia.
Pertama, Juliari melakukan kejahatan saat menjabat sebagai pejabat publik. “Sesuai undang-undang harus ada pemberatan,” tegas Kurnia.
Kedua, dugaan korupsi yang dilakukan oleh Juliari dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19. “Di saat kesehatan masyarakat menurun dan perekonomian menurun tajam,” ujarnya.
Ketiga, Kurnia menyampaikan hingga saat ini Juliari tidak mengakui sejumlah dakwaan atas perbuatannya pada perkara bansos.
Di samping itu, keempat, Kurnia mengatakan pasal yang digunakan KPK pada dasarnya memungkinkan untuk dijatuhi hukuman seumur hidup.
“Maka dari itu kami mendorong majelis hakim bisa menjatuhkan pidana penjara seumur hidup dan itu sangat adil kepada masyarakat Indonesia, khususnya warga Jabodetabek yang terkena korupsi itu,” kata Kurnia.
Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum KPK hanya menuntut 11 tahun penjara kepada Juliari. Selain itu, tuntutan lainnya adalah denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Juga pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 14,5 miliar.
Sebelumnya, ada dua hal memberatkan yang menjadi pertimbangan jaksa KPK menuntut 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Juliari disebut berbelit-belit saat memberikan keterangan di sidang. Ia juga disebut menerima suap di saat kondisi negara darurat Covid-19.
“Hal memberatkan perbuatan terdakwa selaku Mensos tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Terdakwa berbelit-belit, terdakwa tidak mengakui perbuatannya, perbuatan dilakukan saat darurat Covid-19,” ungkap jaksa Ikhsan Fernandi.
Adapun hal meringankannya hanya satu, yakni Juliari belum pernah dihukum.
Juliari diyakini jaksa melanggar pasal 12 huruf b juncto pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 Ttahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam persidangan, jaksa menyebut Juliari terbukti menerima fee melalui anak buahnya yakni KPA bansos Adi Wahyono dan PPK bansos Matheus Joko Santoso. Jaksa mengatakan keduanya diperintah Juliari memungut fee ke perusahaan yang ditunjuk sebagai penyedia bansos corona.
“Telah diperoleh fakta adanya perbuatan terdakwa bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso telah menerima uang Rp 1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke dan Rp 1,95 dari Ardian Iskandar Maddantja serta Rp 29,252 miliar dari beberapa penyedia bansos lainnya sebagai akibat penunjukan PT Pertani, PT Hamonangan Sude, PT Tigapilar Agro Utama, dan perusahaan lainnya sebagai penyedia bansos Covid-19 2020 di Direktorat PSKBS Kemensos 2020,” kata jaksa M Nur Azis.
Juliari disebut memerintahkan Adi Wahyono dan Matheus Joko memungut fee Rp 10.000 per paket ke penyedia bansos. Uang yang dikumpulkan itu, kata jaksa, digunakan untuk keperluan pribadi Juliari.
Kemudian, Adi Wahyono dan Matheus Joko menyerahkan fee ke Julari melalui ajudan dan Stafsus Juliari yaitu Kukuh Ary Wibowo dan Eko Budi Santoso dan Selvy Nurbaiti.
Jaksa juga meyakini Juliari mengetahui perbuatan Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso yang mengumpulkan fee dari penyedia bansos. Jaksa juga meyakini uang-uang yang diterima Juliari melalui Adi dan Joko dari banyak perusahaan tidak hanya 2 atau 3 perusahaan saja. [wip]