(IslamToday ID) – Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai Indonesia membutuhkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang tertuang di dalam UUD 1945.
Menurutnya, keberadaan PPHN dalam konstitusi akan membuat arah pembangunan Indonesia tak lagi bergantung pada sosok presiden dan kelompok dominan.
“Dengan ada PPHN, presiden tidak bisa semau-maunya sendiri. Bangsa ini tidak menyerahkan diri sepenuhnya kepada presiden seorang diri. Itu penting,” kata Margarito seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (17/8/2021).
Ia menerangkan, UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 sebagai respons atas ketiadaan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang telah dihapus dari UUD 1945, ternyata tidak berhasil menjadi solusi.
Menurutnya, implementasi dua regulasi tersebut hingga hari ini telah menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan PPHN yang dituangkan dalam konstitusi.
“Itu karena kemarin kita tidak punya GBHN, akhirnya kita bikin UU tentang pokok-pokok pembangunan jangka menengah dan panjang. Tapi itu menunjukkan kenyataannya, kita membutuhkan pokok-pokok pembangunan,” ujar Margarito.
“Kenapa kita tidak tuangkan itu dalam konstitusi supaya kita tidak bergantung pada kelompok dominan saja,” imbuhnya.
Margarito menegaskan, PPHN dibutuhkan dalam sebuah negara yang menganut sistem presidensial seperti Indonesia. Menurutnya, PPHN akan membuat arah pembangunan dalam 5 atau 10 tahun mendatang tidak bergantung pada seorang presiden saja.
“Dalam presidensial sistem, semacam apa negara itu dalam 5 atau 10 tahun kita tergantung pada presiden seorang diri, itu berarti kita menyerahkan nasib bangsa ini kepada presiden seorang diri,” ujarnya.
Penyusunan PPHN ke dalam UUD 1945 merupakan rekomendasi MPR periode 2014-2019. PPHN sama seperti GBHN yang fungsinya digantikan oleh UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
PPHN disebut akan memuat arah kebijakan strategis yang menjadi arahan bagi penyusunan haluan pembangunan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya yang berkesinambungan.
Wacana amendemen sendiri telah bergulir sejak Jokowi memasuki periode kedua kepemimpinan sebagai presiden atau 2019.
Namun, sejumlah kalangan mengkhawatirkan amendemen UUD 1945 tidak dilakukan secara terbatas, melainkan menyasar keberadaan pasal-pasal lain. Salah satunya terkait masa jabatan maksimal seseorang menjabat presiden.
Sebelumnya, PPHN disinggung dalam Sidang Tahun MPR. Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan bahwa UUD 1945 memerlukan perubahan terbatas untuk menambah kewenangan MPR menetapkan PPHN.
“Oleh karenanya diperlukan perubahan secara terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti menyatakan DPD mendukung penetapan PPHN dalam konstitusi Indonesia lewat amendemen UUD 1945. “Oleh karena itu, DPD mendukung adanya Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN dalam konstitusi kita,” tuturnya.
Melalui PPHN, ia menyatakan Indonesia harus mampu merumuskan kedaulatan energi, kemandirian pangan, ketahanan sektor kesehatan, sosial, ekonomi, dan pertahanan keamanan bangsa. Termasuk kesejahteraan dan kemakmuran daerah di seluruh Indonesia. [wip]