(IslamToday ID) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai harusnya mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dihukum penjara seumur hidup ketimbang hanya 12 tahun seperti vonis yang diberikan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan tindakan korupsi yang dilakukan Juliari sangat melukai hati masyarakat, sehingga patut diberi hukuman yang lebih berat.
“Melihat dampak korupsi yang dilakukan oleh Juliari, ia sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara,” katanya dalam keterangan tertulis seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (23/8/2021).
Kurnia mengatakan ada empat faktor yang seharusnya dapat memberatkan pemberian vonis terhadap Juliari menjadi penjara seumur hidup.
Pertama, Juliari melakukan kejahatan saat menduduki posisi sebagai pejabat publik, sehingga berdasarkan pasal 52 KUHP hukumannya mesti diperberat.
Kedua, praktik suap bansos dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19. Hal ini membuat praktik korupsi yang dilakukan Juliari sangat berdampak kepada masyarakat. Baik dari segi ekonomi maupun kesehatan.
Ketiga, sikap Juliari yang enggan mengakui perbuatannya hingga pembacaan nota pembelaan atau pledoi selama persidangan.
“Padahal, dua orang yang berasal dari pihak swasta, Ardian dan Harry, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Juliari,” kata Kurnia.
Keempat, dengan memberikan hukuman yang berat bagi Juliari, hal tersebut akan memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lainnya agar tidak mengulangi perbuatan serupa.
“Berangkat dari hal ini, maka semakin lengkap kebobrokan penegak hukum, baik KPK maupun pengadilan, dalam menangani perkara korupsi bansos,” ujarnya.
Sementara KPK, kata Kurnia, sejak awal sudah takut dan enggan untuk mengembangkan lebih lanjut perkara korupsi bansos. Indikasi itu sudah terlihat sejak proses penyidikan. Misalnya, keterlambatan melakukan penggeledahan dan keengganan memanggil sejumlah politisi sebagai saksi.
“Tidak hanya itu, saat fase penuntutan pun tidak jauh berbeda. Mulai dari menghilangkan nama sejumlah pihak dalam surat dakwaan, ketidakmauan jaksa untuk memanggil pihak yang diduga menguasai paket pengadaan bansos, dan rendahnya tuntutan terhadap Juliari,” tuturnya.
Di luar proses hukum, KPK diketahui telah memberhentikan Kasatgas Penyelidikan dan Penyidik perkara bansos melalui tes wawasan kebangsaan (TWK), serta membangun dalih seolah-olah ingin menyelidiki dugaan kerugian negara.
Padahal, menurut Kurnia, tindakan tersebut diduga kuat bertujuan untuk memperlambat dan melokalisir perkara ini agar berhenti hanya terhadap Juliari.
“Begitu pula majelis hakim yang menyidangkan perkara ini. Selain putusannya sangat ringan, terhadap isu lain, gugatan korban bansos juga ditolak dengan argumentasi yang sangat janggal,” pungkasnya. [wip]