(IslamToday ID) – Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan kepada KPK sebagian besar tidak akurat. Ada banyak aset-aset pejabat negara yang sengaja tidak dilaporkan.
“Berita buruknya, di samping kecepatan verifikasi ini, ternyata 95 persen LHKPN yang kita lakukan pemeriksaan detail terhadap kebenaran isinya itu 95 persen memang tidak akurat secara umum,” ungkap Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi webinar LHKPN yang disiarkan di YouTube KPK RI, Selasa (7/9/2021).
“Banyak harta yang tidak dilaporkan, baik itu tanah, bangunan, rekening bank, maupun investasi lain,” sambungnya seperti dikutip dari DetikCom.
Oleh sebab itu, Pahala mengatakan KPK lebih aktif lagi dalam hal pemeriksaan laporan. Pahala mengatakan beberapa aset yang tidak dilaporkan tersebut akan diperiksa lebih lanjut agar LHKPN sesuai atau akurat.
“Jadi mekanisme pemeriksaan ini membuat kita lebih aktif ke beberapa stakeholder untuk melakukan cek bahwa (misalnya) yang namanya A dengan keluarga istrinya ini, anaknya yang sudah dewasa ini. Ini apakah punya rekening di bank,” jelas Pahala.
“Nanti otomatis semua bank yang punya rekening itu akan melaporkan lengkap dengan isinya. Berikutnya kita bilang, berapa nilai rekening yang sudah. Lantas kalau diperlukan pendalaman, apa saja transaksinya. Itu kelihatan,” lanjutnya.
Pahala juga menerangkan pelaporan yang tidak akurat itu terlihat dari kejanggalan pada penghasilannya di rekening bank. KPK, sambungnya, akan memfokuskan keakuratan laporan yang dilaporkan para pejabat negara tersebut.
“Nah, diantara 95 persen yang tidak akurat ini, selain yang tidak dilaporkan juga melaporkan penghasilan yang agak aneh dibandingkan dengan transaksi banknya. Kalau saya melaporkan penghasilan saya Rp 1, seharusnya di bank saya kira-kira itu ada Rp 1 masuk, setengah rupiah keluar gitu ya. Tapi bukan saya laporkan penghasilan saya Rp 1 secara konstan setiap bulan saya dapat Rp 100, Rp 150, Rp 200 seperti itu. Jadi 15 persen dari yang 95 persen itu menunjukkan profil yang tidak fit dengan data keuangannya,” terang Pahala.
“Kita ingin sebenarnya kenapa akurasi ini kita ingin pergi lebih cepat itu lebih maju, karena semakin kita pikir kepatuhan tinggi maka akurasi ini akan menjadi fokus KPK ke depan,” sambungnya.
Terkait LHKPN, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengusulkan jika ada yang belum melapor harta kekayaannya, pejabat negara dilakukan penggantian antarwaktu (PAW).
“Kalau pimpinan partai memerintahkan tanggal sekian kalian tidak memberikan laporan harta kekayaan sesuai dengan ketentuan, akan ada sanksi ancaman terberatnya adalah PAW,” kata Bamsoet.
Menurutnya, cara seperti itu dinilainya akan efektif terhadap kepatuhan pejabat negara dalam melapor LHKPN. Bamsoet mengatakan KPK juga bisa melakukan pembinaan kepada pada pimpinan partai dalam masalah ini.
“Cara-cara seperti itu barangkali lebih efektif. Artinya, Pak Pahala (Deputi Pencegahan KPK) cukup melakukan pembinaan dengan sembilan orang yang ada di republik ini. Sembilan ketua umum partai politik, selesai urusan di parlemen,” kata Bamsoet.
Selanjutnya, ia juga menyarankan agar menemukan cara untuk mendorong para pejabat negara dalam hal kesadaran diri melapor harta kekayaan. Menurutnya, jika di Kementerian BUMN, yang dipimpin Erick Tohir, lebih mudah untuk memberikan sanksi dibandingkan di ranah partai politik.
“Menurut saya dipikirkan juga cara-cara bagaimana mendorong kesadaran dengan tindakan atau peringatan atau aturan yang membuat mereka patuh untuk laporan harta kekayaan. Mungkin kalau menghadapi jajaran direksi seperti Pak Erick, ancaman sangat mudah, gusur, pecat. Kalau di DPR kan susah, caranya adalah melalui pimpinan fraksi, pimpinan partai politik,” katanya.
“Pak Pahala tinggal menghubungi kalau ketua DPD, dengan aturan yang ada, ada tertibnya, kewajiban daripada ketaatan membuat laporan itu bisa masuk di tata tertib, itu bisa dibuat di internal DPD,” imbuhnya. [wip]