(IslamToday ID) – Pengamat politik dan ekonomi Rizal Ramli bicara standar etika pejabat Indonesia yang dirasa masih jauh di bawah pejabat luar negeri khususnya Eropa. Di luar negeri, seorang pebisnis atau pengusaha jadi pejabat adalah hal biasa, namun ia harus mundur dari pengelolaan usahanya.
“Kalau di luar negeri orang bisnis (pengusaha) jadi pejabat itu biasa banget, sering terjadi. Tapi begitu dia jadi pejabat, dia mesti ke notaris untuk mundur dari pengelolaan usahanya. Dia pun hanya boleh menjadi pemegang saham pasif,” ungkap Rizal Ramli di acara Bravos Radio Indonesia, Sabtu (13/11/2021).
Ia melanjutkan, kemudian jika si pejabat itu masih berpengaruh di perusahaan yang sebelumnya ia pimpin, maka diwajibkan untuk tidak boleh ikut rapat saat pengambilan kebijakan. Ia kemudian menyinggung keberadaan UU Anti Konflik Kepentingan.
“Tegas itu. Jadi kalau satu pejabat ambil kebijakan yang bisa nguntungin perusahaannya, dia nggak boleh ikut rapatnya,” kata Rizal Ramli.
Ia kemudian membandingkan dengan mental pejabat di Indonesia yang mana jika tidak ada konflik kepentingan malah jadi aneh. “Tapi di kita kalau pejabat nggak ada konflik kepentingan malah aneh sendiri, jadi dia harus punya konflik kepentingan,” ujarnya.
Rizal Ramli kemudian memberikan contoh sejumlah pejabat luar negeri yang berintegritas. Ia menyebut nama Sinzo Abe di Jepang yang delapan tahun menjabat sebagai perdana menteri. Abe adalah sosok perdana menteri yang berpengaruh dan berhasil.
“Suatu hari di tahun kedelapan dia (Abe) ngundang teman-temannya untuk makan malam. Saat itu stafnya lupa bayarnya pakai uang negara, kemudian heboh lah di media. Padahal makan malam di Tokyo cuma untuk delapan orang berapa sih? Paling juga 5.000 dolar iya kan? Tapi gara-gara itu Abe dipermalukan di depan umum, di media, yang akhirnya ia mengundurkan diri,” ungkap Rizal Ramli.
Kemudian di Perancis, seorang menteri harus mengundurkan diri karena liburannya ke Maroko pakai mobil dinas ketahuan wartawan. “Kita lihat standarnya kan, orang punya rasa malu. Di kita persoalannya, elite kita itu sudah tidak ada rasa malunya,” ujar Rizal Ramli.
Namun, lanjutnya, tidak benar juga jika bangsa kita dianggap semuanya brengsek. Ia kemudian menceritakan kejadian saat dirinya bertemu dengan seorang Duta Besar Amerika Serikat (AS).
“Saya pernah diundang makan malam Dubes AS beberapa tahun lalu. Dia tanya ke saya. ‘Kok pejabat di Indonesia nggak ada malunya? Maksudnya, misal dia kena kasus korupsi dan dinyatakan terdakwa, dia masih berani diwawancarai media kasih nasihat bagaimana memperbaiki Indonesia’,” ungkap Rizal Ramli.
“Di Amerika kalau ada politisi yang terjerat kasus, dia nggak akan diwawancarai untuk soal lain, kecuali soal kasus itu, nggak boleh ditanya-tanya hal lain. Dia bilang apa ini sudah menjadi budaya di Indonesia?” lanjutnya.
“Saya bilang nggak benar itu. Dulu tokoh-tokoh kemerdekaan Indonesia seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Cokroaminoto, hingga Agus Salim itu betul-betul man of integrity, jujur banget, dan tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Mereka semua terdidik, dalam soal etika standarnya Eropa. Tapi belakangan ini (era sekarang) makin kacau, nggak standar, makanya mesti di-mural-in semua,” bebernya. [wip]