(IslamToday ID) – Kepala Ekonom Pusat Belajar Rakyat Awalil Rizky menyanggah pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan yang menyebut utang pemerintah yang mencapai Rp 6.000 triliun lebih sebagai utang produktif.
Menurut Awalil, utang pemerintah selama 7 tahun terakhir atau di era pemerintah Presiden Jokowi tidaklah seproduktif seperti yang sering dinarasikan. Ia mengatakan utang bisa dianggap produktif kalau memenuhi sejumlah kriteria.
“Pertama, ada pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dari seandainya tidak ngutang. Masuk akal gak? Jadi maksudnya pertumbuhan ekonomi harusnya lebih tinggi kalau ngutangnya sebanyak itu,” katanya dalam acara Bravos Radio, Selasa (21/12/2021).
Ia mengibaratkan sebuah UMKM jika utang di bank maka harusnya pendapatannya meningkat, karena ada beban biaya yang harus dibayar kepada bank.
“Maka kita harus melihat, ternyata tambahan utang pemerintah yang cukup signifikan ini belum bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi. Bisa dikatakan hampir sama saja, bahkan lebih rendah (pertumbuhan ekonominya). Ini kita belum bicara pandemi lho ya,” jelas Awalil.
Yang kedua soal pendapatan negara. Kalau memang utang pemerintah itu produktif, mestinya bisa menaikkan pendapatan negara. Karena dianggap produktif maka utang yang digunakan untuk membangun pelabuhan, bandara, dan infrastruktur semestinya bisa meningkatkan PDB.
Nah, peningkatan PDB ini membuat pajak pemerintah meningkat signifikan. Apalagi ini sudah 7 tahun pemerintahan berjalan.
“Maka salah satu ukuran produktifnya utang adalah peningkatan pendapatan negara. Tapi yang terjadi pendapatan negara tidak meningkat akibat utang, maksudnya dia meningkat sedikit sekali, bahkan lebih rendah,” ungkapnya.
Ketiga, kalau benar produktif, utang ini harusnya bermanfaat untuk rakyat. “Kalau begitu ukuran sederhananya adalah angka kemiskinan dong. Kalau bermanfaat apakah jumlah penduduk miskin berkurang signifikan? Angka menunjukkan memang sebelum pandemi era Pak Jokowi ini kemiskinan turun, tapi laju penurunannya itu lebih rendah dari era sebelumnya,” jelas Awalil.
“Maksudnya utang tidak mengakibatkan pemerintah mampu menurunkan angka kemiskinan lebih cepat. Biasa saja. Kalau begitu ngapain utang sebanyak itu?” tambahnya.
Yang keempat, kalau utang memang produktif, harusnya lapangan pekerjaan menjadi banyak. Kalau lapangan pekerjaan banyak otomatis pengangguran berkurang.
“Benar pengangguran turun, tapi kita lihat lagi rata-ratanya. Rata-rata pengangguran turun sedikit lebih rendah dari periode sebelumnya, atau anggap saja setara lah, berarti kan utangnya gak pengaruh?” ujarnya.
Lalu yang terakhir, kalau memang utang itu produktif maka harus ada penambahan aset milik pemerintah. “Saya studi tentang aset pemerintah, ternyata tidak ada kenaikan yang signifikan akibat pembelian atau karena pemakaian utang. Ya naik tapi biasanya bukan karena pembelian, tapi karena revaluasi,” pungkasnya. [wip]