(IslamToday ID) – Meski presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen digugat banyak pihak, namun PDIP justru bersikap sebaliknya. Partai besutan Megawati Soekarnoputri itu malah minta PT dinaikkan lebih dari 20 persen.
“Sehingga presidential threshold 20 persen itu seharusnya malah ditambah, seharusnya malah memastikan bagaimana efektivitas pemerintahan itu bisa berjalan dengan baik. Karena pemilu itu adalah manifestasi demokrasi yang tertinggi ketika rakyat memberikan suaranya,” kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto seperti dikutip dari Law-Justice, Sabtu (8/1/2022).
Ia menuturkan, pihaknya terus berkomunikasi dengan partai politik koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Kala Pilpres 2019 kemarin ketidakpuasan masyarakat pada pemilu sangat tinggi, menurutnya, hal tersebut tidak boleh terjadi kembali.
Hasto kemudian berbicara soal pentingnya ambang batas atau threshold. Menurutnya, segala lini kehidupan ada ambang batasnya, ia menyebut seperti ketika ingin masuk universitas atau perguruan tinggi.
“Kita mau masuk ke universitas ternama itu ada threshold, berupa syarat TOEFL misalnya, berupa syarat akademis itu juga threshold. Sehingga tidak bisa kita mengambil jalan pintas meniadakan suatu hal yang secara nature itu sebenarnya diperlukan bagi kepentingan stabilitas dan efektivitas pemerintah itu,” tuturnya.
“Anda bisa bayangkan jika semua orang menuntut dengan menghapuskan threshold, sehingga semua orang berhak ke universitas ternama. Bisa kita bayangkan bagaimana pengajaran di universitas, apalagi ini suatu bangsa, suatu negara yang bertanggung jawab pada lebih 270 juta rakyat Indonesia,” sambungnya.
Untuk itu, Hasto menilai ambang batas pencalonan presiden masih diperlukan. Hal itu guna menjalankan pemerintah secara efektif.
“Jadi diperlukan regulasi-regulasi untuk memastikan pemerintahan yang dihasilkan dari pemilu itu juga mampu menjalankan tugas-tugasnya secara efektif,” tandasnya.
Untuk diketahui, ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden juga telah banyak digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh segelintir pihak. Di antaranya seperti mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, anggota DPD RI asal Jakarta Fahira Idris, hingga Partai Ummat yang berencana juga mengajukan judicial review (JR) dalam waktu dekat dengan pendampingan pakar hukum tata negara Refly Harun. [wip]