(IslamToday ID) – KPK menyatakan ada dugaan bagi-bagi kavling di lahan Ibukota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim). Tapi tidak ada rincian detail tentang bagi-bagi lahan yang dimaksud.
“Ternyata lahan IKN itu tidak semuanya clean and clearing. Dari informan kami sudah ada bagi-bagi kavling. Bapak Presiden juga sudah meminta pengawalan IKN kepada KPK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jumat (11/3/2022).
Hal tersebut disampaikan Alex dalam rakor pemberantasan korupsi terintegrasi. Rapat tersebut juga melibatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.
KPK berharap pembangunan ibukota baru termasuk apapun bisnis yang dilakukan di Kaltim memberikan manfaat luas untuk masyarakat. Alex meminta agar setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan niaga di daerah tersebut tidak mengambil keuntungan pribadi.
Alex meminta setiap pelaku bisnis untuk membayarkan pajak dengan benar, pembangunan yang dilakukan di daerah juga minim dampak lingkungan, serta perusahaan bertanggung jawab secara sosial.
“Jangan sampai tikus mati di lumbung padi. Seharusnya tidak ada masyarakat miskin di Kaltim. Ibukota negara juga menjadi prioritas kami,” katanya seperti dikutip dari Republika.
Kantor Wilayah BPN Kalimantan Timur sudah mengeluarkan surat edaran kepada BPN Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartenegara. Surat Edaran No HP.01.03/205-64/II/2022 per tanggal 8 Februari 2022 tersebut mengacu pada Peraturan Gubernur Kalimantan Timur No 6 Tahun 2020.
Peraturan Gubernur Kalimantan Timur tersebut menyangkut pengendalian peralihan, penggunaan tanah dan perizinan di kawasan ibukota negara dan kawasan penyangga.
Pj Sekretaris Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara, Tohar mengaku terbitnya surat edaran larangan transaksi jual beli tanah di wilayah IKN akan ada potensi kehilangan PAD dari sektor pajak dan retribusi pemerintah kabupaten.
Hilangnya potensi PAD tersebut bisa terjadi jika masyarakat di kawasan IKN Nusantara dan di daerah penyangga dilarang melakukan transaksi jual beli tanah. “Kami akan melihat terlebih dahulu peraturan gubernurnya, kalau tidak benar kami akan lakukan telaah,” ujarnya.
Sementara, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menyatakan, ada 149 lubang tambang di kawasan IKN Nusantara. Jatam Kaltim menduga reklamasi semua lubang tambang batubara itu akan dibiayai oleh negara menggunakan dana APBN. Pengusaha diyakini untung dua kali lewat skema “pemutihan” ini.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang menjelaskan reklamasi lubang tambang sebenarnya merupakan kewajiban perusahaan pemegang konsesi. Tapi, tanggung jawab reklamasi itu kemungkinan akan diambil alih oleh pemerintah lantaran seratusan lubang tambang itu berada dalam kawasan IKN Nusantara.
“Kehadiran rencana pembangunan mega proyek ibukota baru ini sangat memungkinkan terjadi yang namanya pemutihan tanggung jawab atau pemutihan dosa. Jadi kewenangan-kewenangan pemulihan diambil alih oleh negara, karena negara punya kepentingan mengambil lahan tersebut,” ujar Rupang, Rabu (9/3/2022).
Ia memperkirakan biaya mereklamasi 149 lubang tambang itu minimal Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun. Lantaran adanya pemutihan tanggung jawab, biaya reklamasi itu akan menggunakan dana publik alias APBN.
“Kami menduga penutupan lubang tambang itu akan tetap pakai APBN, meski bukan dana pembangunan IKN,” ujarnya.
Rupang tak yakin dana IKN yang akan digunakan untuk reklamasi karena dana tersebut akan difokuskan untuk pembangunan infrastruktur kota saja.
Ia menjelaskan, skema pemutihan tanggung jawab ini sangat merugikan rakyat Indonesia. Sebab, dana APBN yang bersumber dari pajak rakyat itu bukannya digunakan untuk layanan dasar masyarakat, tapi malah untuk mereklamasi lubang tambang yang dibuat para pengusaha.
Di sisi lain, katanya, pengusaha tentu sangat diuntungkan oleh skema pemutihan ini. Mereka untung dua kali. Setelah mendapat keuntungan dari pengerukan tambang, para pengusaha tak perlu keluar biaya untuk mereklamasinya.
“Perusahaan yang dapat keuntungan dari tambang, tapi kita (lewat APBN) yang biayai reklamasinya,” ungkap Rupang.
Karena itu, ia mendesak agar lubang bekas tambang itu tetap jadi tanggung jawab perusahaan. Ia pun meminta pemerintah untuk tidak melaksanakan skema pemutihan tersebut.
“Pemutihan itu bukan tanggung jawab negara karena negara tidak melakukan perusakan atas kawasan tersebut. Terlebih lagi, bukan negara yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari bisnis tambang, tapi para pengusaha,” ujarnya.
Rupang juga mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang rencana pemindahan IKN ke Kalimantan Timur itu. Menurutnya, pemindahan IKN bukanlah agenda mendesak bagi bangsa Indonesia. Apalagi, Indonesia kini masih menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19. [wip]