(IslamToday ID) – Seorang pendeta bernama Saifuddin Ibrahim meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat Al-Quran. Permintaan itu dilakukan lantaran menurutnya 300 ayat dalam kitab suci umat Islam itu mengajarkan paham radikal.
Dalam sebuah video yang beredar, Saifuddin mengimbau Menteri Agama agar tak perlu takut terhadap protes masyarakat. Imbauan tersebut merujuk pada kontroversi aturan spiker masjid yang dikeluarkan Kemenag beberapa waktu lalu.
Merespons hal itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) Waryono Abdul Ghafur mengatakan perlu dicek sudah berapa tafsir yang dibaca pendeta yang awalnya beragama Islam itu.
“Beliau ini menurut saya ya kalau dari sisi nama kan saya juga dengar beliau ini dulunya muslim, kemudian konversi menjadi Kristen. Ketika beliau muslim ini perlu dicek juga pemahaman keagamaannya. Sudah membaca berapa kitab tafsir,” katanya seperti dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (16/3/2022).
Ihwal permintaan penghapusan 300 ayat Al-Quran, Waryono menilai hal tersebut sudah biasa terjadi, bahkan sejak zaman Rasulullah dahulu. Namun, ia mengatakan pada kenyataannya hingga kini Al-Quran masih tetap utuh dan tidak berubah.
Hal itu dikarenakan intoleransi yang disebut-sebut pendeta Saifuddin itu tidak pernah ada dalam sejarah Islam. “Islam sebelum abad 12 itu kan Islam yang sangat toleran. Coba cek peradaban-peradaban Islam baik di Eropa, di Spanyol dulu, nggak ada itu pemaksaan agar orang masuk Islam itu nggak ada. Islam juga menghargai budaya lokal,” tuturnya.
Lebih lanjut, Waryono juga mempertanyakan kurikulum pesantren mana yang hendak diubah pendeta Saifuddin.
“Karena pesantren itu kan beragam. Kalau pesantren itu di bawah RMI atau Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama, itu kan sangat jelas yang diajarkan adalah Islam wasathiyah, Islam rahmatan lil alamin,” ujar Waryono
Ia pun menilai, pernyataan Saifuddin tersebut hanya menggeneralisir pesantren yang ada di Indonesia. Apalagi, Saifuddin mengaku dirinya merupakan mantan pengajar di Pondok Pesantren Al-Zaytun.
“Al-Zaytun kan orang tahu semua (itu) pesantren apa. Jadi tidak boleh dong melakukan generalisasi. Al-Zaytun itu hanya satu dari 36.000 lebih pesantren. Jangan karena satu pesantren kemudian mengusulkan sesuatu yang beliau sendiri tidak yakin,” ucapnya.
Senada, Ketua MUI KH Cholil Nafis mendesak agar pendeta Saifuddin perlu diperiksa zahir batinnya. Menurutnya, hal itu dilakukan agar toleransi di Indonesia tetap terjaga.
“Perlu diperiksa zahir batinnya, baik oleh dokter jiwa dan aparat penegak hukum agar toleransi terus terjaga di Indonesia,” kata Cholil melalui cuitannya di Twitter.
Sebelumnya, di dalam video, Saifuddin menilai Yaqut mestinya tak hanya mengatur soal masalah azan, tetapi juga menghapus 300 ayat Al-Quran yang menurutnya menyebabkan kurikulum di pesantren mengajarkan paham radikalisme
“Bahkan kalau perlu 300 ayat yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup radikal dan membenci orang lain karena beda agama itu di-skip atau direvisi atau dihapuskan dari Al-Quran Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali,” kata Saifuddin dalam videonya.
Ia juga menyebutkan bahwa pesantren di Indonesia cenderung melahirkan para teroris. Ia pun meminta agar seluruh kurikulum dalam pesantren diubah sepenuhnya.
“Ini yang menjadi perhatian saya agar ayat-ayat Al-Quran yang keras itu tidak diajarkan di pesantren ataupun madrasah-madrasah di seluruh Indonesia. Merevisi semua kurikulum itu agar tidak menghancurkan bangsa kita,” ujar Saifuddin.
Terkait hal itu, Menko Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menilai pernyataan pendeta Saifuddin Ibrahim yang meminta agar 300 ayat dalam Al-Quran disebut sebagai penistaan terhadap Islam.
Mahfud mengatakan dalam ajaran pokok Islam, Al-Quran terdiri dari 6.666 ayat. Karena itu, pernyataan Saifuddin yang meminta agar 300 ayat Al-Quran dihapus menyimpang dari ajaran pokok. Atas dasar itu Mahfud meminta polisi untuk segera memeriksa Saifuddin. [wip]