(IslamToday ID) – Misteri keberadaan mafia minyak goreng hingga kini belum terungkap. Sebelumnya, perihal mafia minyak goreng itu diungkap langsung oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi.
Lutfi mengatakan, langka dan mahalnya harga minyak goreng disebabkan karena permainan mafia. Ia juga sempat berjanji bahwa tersangka mafia minyak goreng akan segera ditetapkan. Namun, hingga kini dugaan keberadaan mafia tersebut masih menjadi tanda tanya.
Dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (18/3/2022), Lutfi mengungkap bahwa ada pihak yang mengalihkan minyak subsidi ke minyak industri dan mengekspor minyak goreng ke luar negeri. Pihak-pihak ini juga mengemas ulang minyak goreng agar bisa dijual dengan harga yang tak sesuai harga eceran tertinggi (HET). Mereka itulah yang Lutfi sebut sebagai mafia minyak goreng.
“Ada orang-orang yang tidak sepatutnya mendapatkan hasil dari minyak goreng ini. Misalnya minyak goreng yang seharusnya jadi konsumsi masyarakat masuk ke industri atau diselundupkan ke luar negeri,” kata Lutfi seperti dikutip dari Kompas.
Ia pun mengakui bahwa pihaknya tak kuasa mengontrol keberadaan mafia dan spekulan minyak goreng. Ia meminta maaf sekaligus menyebut bahwa hal ini merupakan akibat dari perilaku manusia yang rakus dan jahat. “Dengan permohonan maaf, Kemendag tidak dapat mengontrol karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat,” kata Lutfi.
Namun demikian, ia mengatakan Kemendag bersama Satgas Pangan Polri terus menelusuri keberadaan para mafia itu. Ia mengaku telah memberikan data terkait praktik mafia minyak goreng ke Bareskrim Polri agar dapat diproses hukum.
Lutfi bahkan sempat menjanjikan bahwa tersangka mafia minyak goreng akan diumumkan pada Senin (21/3/2022). “Saya, kita pemerintah, tidak pernah mengalah, apalagi kalah dengan mafia. Saya akan pastikan mereka ditangkap dan calon tersangkanya akan diumumkan hari Senin,” katanya.
Namun, pada hari itu, tak ada satu pun tersangka mafia minyak goreng yang diumumkan ke publik.
Saat dimintai keterangan, Senin (21/3/2022), Satgas Pangan Polri justru menyatakan tak tahu adanya informasi terkait pengumuman tersangka kasus mafia minyak goreng. “Kok saya belum tahu ya,” ujar Wakil Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan, Senin (21/3/2022).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim ini mengatakan, pihaknya juga belum melakukan koordinasi dengan Kemendag soal perkara tersebut. Berbeda dengan pernyataan Lutfi, menurut Whisnu, tidak ada data dan temuan Kemendag yang diserahkan ke pihaknya. “Belum ya (data dan temuan dari Kemendag),” tuturnya.
Senada dengan Whisnu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan, hingga Senin (21/3/2022) sore pihaknya belum mendapatkan informasi soal tersangka kasus mafia minyak goreng.
Ramadhan pun mengaku bahwa pihaknya bakal menindaklanjuti dan menelusuri pernyataan yang disampaikan Mendag itu. “Prinsipnya bila ada terkait tersangka, kami pastikan Polri akan menindaklanjuti karena ini menjadi atensi pemerintah. Jadi ketika ada siapa pun yang melalukan tindak pidana ini kita pastikan akan kita tindak lanjuti,” ucap Ramadhan.
Regulasi Tak Tepat
Sementara, berbeda dari Mendag, Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel menyebut tak ada mafia minyak goreng. Menurutnya, yang ada hanyalah ketidaktepatan regulasi tata niaga.
“Di sektor pangan memang ada mafia di sejumlah komoditas, tapi tidak ada di minyak goreng. Yang ada adalah ketidaktepatan dalam regulasi sehingga pengusaha mencari celah untuk mencari keuntungan,” katanya seperti dikutip dari Kontan, Selasa (22/3/2022).
Menurut Gobel, langka dan mahalnya harga minyak di Indonesia disebabkan karena masalah pengaturan dalam tata niaga dan kepemimpinan, manajerial, serta pendekatan pengelolaan minyak goreng.
Harus diakui bahwa para pembuat kebijakan melakukan kesalahan dalam mengatur regulasi. Di saat bersamaan, pengusaha berupaya mencari keuntungan. “Namanya pengusaha ya cari untung. Dia lihat ada celah dalam peraturan, lengah, ya dia masuk. Jadi, jangan kita langsung mencap bahwa ini adalah mafia,” ujarnya.
Gobel mengatakan, Kemendag seharusnya memiliki strategi dalam menghadapi gejolak harga akibat meningkatnya permintaan pasar global terhadap minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan minyak goreng.
Indonesia sebenarnya merupakan negara agraris penghasil CPO dan minyak goreng terbesar di dunia. Oleh karenanya, menurut Gobel, ini hanya masalah hilir dan bukan masalah hulu. “Kejadian ini harus menjadi momentum. Kita harus bangun, jangan cuma tidur. Jangan cuma mengatakan harga (minyak) naik terus menyerah,” katanya.
Untuk menyelesaikan kisruh minyak goreng ini, menurut Gobel, pemerintah bisa melibatkan pengusaha agar ikut bertanggung jawab. Ia mengatakan, persoalan pangan tak bisa diselesaikan sendiri oleh Kementerian Perdagangan tanpa melibatkan jajaran pemerintah lainnya seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian ESDM.
“Masalah pangan ini bersifat strategis karena menyangkut ketahanan nasional. Jika tak terkendali masalahnya bisa menjadi politis,” katanya.
Langsung Tangkap Saja
Wakil Ketua DPR RI lainnya, Sufmi Dasco Ahmad juga meminta pemerintah bertindak cepat memperbaiki tata niaga yang membuat harga minyak goreng melambung tinggi, bahkan sempat mengalami kelangkaan parah.
Menurutnya, kalaupun kemudian Kementerian Perdagangan menyalahkan mafia di balik kelangkaan dan meroketnya harga minyak goreng, hal itu sebaiknya tak serta merta digembor-gemborkan.
“Soal mafia yang tidak jadi itu, saya pikir serahkan kepada penegak hukum, enggak usah diumumkan. Langsung tangkap saja. Ya kalau kita cek ada mafianya. Enggak perlu digembor-gemborkan,” ujar Sufmi seperti dikutip dari Kompas TV, Rabu (23/2/2022).
Menurutnya, di parlemen sendiri polemik minyak goreng menjadi perhatian serius. Pihaknya bahkan merencanakan membentuk panja yang tupoksinya bakal ikut mengawasi perdagangan minyak goreng.
“Saya pikirkan panja tentang komoditas bahan pokok ini penting. Sebagai bentuk daripada tugas DPR, salah satunya pengawasan. Ini penting untuk mengetahui dan mengurangi sebab kelangkaan dan solusi yang dibuat Komisi VI,” ujar Sufmi. [wip]