(IslamToday ID) – Ustaz Abdul Somad (UAS) ditolak masuk ke negara Singapura pada Senin (16/5/2022). Kejadian seperti ini bukan kali pertama menimpa UAS. Negara-negara Eropa hingga Hong Kong sempat memberikan perlakuan serupa terhadap ustaz lulusan Al-Azhar Mesir ini.
Pada 2018, UAS berniat memberikan tablig di Timor Leste. Tetapi, petugas Imigrasi menghadangnya sebab diduga terkait terorisme.
Setahun berikutnya atau pada 2019, UAS ditolak masuk Belanda. Kala itu, ia mencoba masuk Negeri Tulip lewat Swiss. Petugas Imigrasi Swiss tidak memperkenankan dia masuk. Pihaknya mengatakan, paspor UAS tidak memberikannya akses memasuki Eropa.
Petugas kemudian mendeportasinya melalui Thailand. UAS merasa kebingungan lantaran dia bahkan tidak pernah mengunjungi Eropa sebelumnya.
Nasib itu menimpanya lagi ketika berupaya singgah di Jerman pada Oktober 2019. UAS menghadapi permasalahan terkait dokumen juga saat mengunjungi Inggris. Saat itu, ia bahkan tidak diizinkan menumpangi pesawat Royal Brunei.
“Satu jam setelah check-in, ternyata mereka langsung ter-connect jaringan internasional, pesawat Royal Brunei tidak mengizinkan berangkat karena visa saya di-cancel. Padahal visa itu sudah ada,” jelas UAS pada 2020 seperti dikutip dari Kumparan.
Visa yang bermasalah sempat menghambat perjalanannya pula ke Hong Kong pada Desember 2017. UAS berencana menggelar dakwah untuk TKI di negara itu sebelum dideportasi.
UAS terbang bersama dua asistennya. Ketika mereka tiba di bandara, otoritas Imigrasi langsung menghadang dan memisahkan mereka. UAS kemudian dibawa menjauh dari pesawat.
Para petugas itu membuka dompet UAS. Mereka mempertanyakan identitasnya saat menemukan kartu anggota Rabithah Alawiyah. Organisasi itu mencatat keturunan Nabi Muhammad SAW di Indonesia.
Otoritas Hong Kong turut menanyakan perihal keterkaitan UAS dengan ormas dan parpol. UAS menjelaskan, ia hanya seorang pendidik. Tetapi, mereka tetap memulangkannya ke Indonesia.
“Mereka meminta saya buka dompet. Membuka semua kartu-kartu yang ada. Di antara yang lama mereka tanya adalah kartu nama Rabithah Alawiyah (Ikatan Habaib). Saya jelaskan. Di sana saya menduga mereka tertelan isu terorisme. Karena ada logo bintang dan tulisan Arab,” ungkap UAS dikutip dari BBC.
“Tanpa alasan mereka langsung mengantar saya ke pesawat yang sama untuk keberangkatan pukul 10.00 WIB ke Jakarta,” imbuhnya.
Direktur Perlindungan WNI Kemenlu RI saat itu, Lalu Muhamad Iqbal menerangkan peristiwa tersebut. Ia mengatakan, Hong Kong memiliki hak sepenuhnya untuk menolak UAS. Pun negara itu tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan alasan di baliknya.
“Sebagai gambaran, Imigrasi kita juga sering menerima masukan dari berbagai pihak, mengenai orang-orang yang perlu dicegah masuk ke Indonesia. Dalam hal Imigrasi kita kemudian menolak masuk orang tersebut, kita juga tidak berkewajiban menjelaskan alasannya karena itu adalah hak berdaulat kita,” tutur Iqbal.
Hingga kini, tidak bisa dipastikan alasan sejumlah negara itu menolak UAS. Kendati demikian, penolakan itu mungkin berakar pada aturan Imigrasi.
Misalnya saja, Hong Kong mengadopsi aturan yang cukup ketat. Jika seseorang datang dengan visa turis, maka dia tidak diperbolehkan menerima bayaran. WNA yang berkunjung demi urusan pekerjaan harus memiliki visa employment. [wip]