ISLAMTODAY ID— Pelaksanaan presidential threshold atau ambang batas presiden bagi Indonesia adalah sesuatu yang baru. Ketentuan ini dilaksanakan semenjak runtuhnya orde baru yang diikuti oleh lahirnya era reformasi.
Penerapan presidential threshold bertuan untuk menguatkan sistem presidensil di Indonesia. Salah satu caranya dengan melakukan penyederhanaan partai.
Penyederhanaan partai diharapkan bisa membuat sistem pemerintahan di suatu negara berjalan stabil.
“Tujuannya menciptakan pemerintahan yang stabil dan tidak menyebabkan pemerintahan yang berjalan mengalami kesulitan di dalam mengambil kebijakan dengan lembaga legislatif,” tutur Dwi Rianisa Mausili dalam Anomali Presidential Threshold dalam Sitem Pemerintahan Indonesia: Reduksi Parlementer dalam Sistem Presdensil Indonesia.
Adapun, presidential threshold memiliki relasi dengan kebijakan ambang batas parlemen atau parlementary threshold.
Akan tetapi, terdapat sejumlah catatan buruk di balik berlakunya presidential threshold presidential threshold.
Hal ini disampaikan Lutfi Ansori dalam artikel ilmiahnya Telaah Terhadap Presidential Threshold dalam Pemilu Serentak Tahun 2019.
Ia mengatakan bahwa Penerapan presidential threshold berpotensi menghilangkan kesempatan dan warga negara melalui partai yang tidak memenuhi besaran angka.
“Oleh karena itu perlu diperhatikan, sesuai dengan prinsip demokrasi, dalam penentuan ambang batas besaran presidential threshold tidak boleh merugikan kelompok masyarakat tertentu terutama minoritas,” ujar Lutfi Ansori.
Berikut ini dinamika pelaksanaan presidential threshold dari masa ke masa:
Pemilu Tahun 2004
Pemberlakuan presidential threshold pada pemilihan presiden tahun 2004. Penggunaan presidential threshold dilaksanakan di Indonesia dengan berlandaskan pada UU No.23/2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
UU No 23/ 2003 yang dimaksud adalah Pasal 5 ayat 4 yang berbunyi:
“Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.” (UUD 1945 Hasil Amandemen).
Pemilu tahun 2004 diikuti oleh 24 partai dan diikuti oleh lima pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Mereka adalan SBY-JK, Hamzah Has- Agum Gumelar, Amien Rais- Siswono Yudohusodo, Megawati-Hasyim Muzadi, dan Wiranto-Salahuddin Wahid.
Pilpres yang berlangsung dua putaran itu dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Muhammad Jusuf Kalla. Keduanya adalah pasangan presiden dan wakil presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat pasca reformasi.
Pemilu Tahun 2009
Sama halnya dengan Pemilu Tahun 2004, Pemilu tahun 2009 juga diikuti dengan perubahan presidential threshold. Pemberlakuan ini diawali dengan berubahnya UU Pemilu No.42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden wajib diusulkan oleh partai politik atau koalisi antar partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari total suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.” (Pasal 9 UU Pemilu No.42/2008)
Pada Pilpres tahun 2009 yang dimenangkan oleh pasangan SBY dan Boediono ini diikuti oleh tiga pasangan calon (paslon). Mereka adalah pasangan SBY-Boediono, JK-Wiranto, dan Megawati-Prabowo.
Pemilu Tahun 2014
Besaran presidential threshold masih mengacu pada UU Pemilu No.42 Tahun 2008. Artinya presidential threshold pada periode ini tidak berubah.
Pada periode ini pemilu diikuti oleh 12 partai nasional dan 3 partai lokal Aceh. Kedua belas partai nasional tersebut terdiri atas Partai Amanan Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Golkar, PPP, PKB, Gerindra, PDIP, Hanura, Nasdem, PKPI, dan PBB.
Sementara itu Pilpres tahun 2014 diikuti oleh dua pasangan capres dan cawapres. Mereka adalah Jokowi-JK, dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Pemilu Tahun 2019
Pilpres tahun 2019 menggunakan Pasal 222 UU No.7/2017 tentang Pemilu.
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.” (Pasal 222 UU No.7/2017).
Pada periode ini, jumlah partai peserta pemilu mencapai 14 partai. Partai tersebut ialah Demokrat, PAN, PKS, PDIP, Gerindra, Nasdem, Golkar, Perindo, PKB, PPP, Partai Gauda, Hanura, PSI dan Berkarya.
Sama seperti Pilpres 2019 kembali diikuti oleh dua paslon, mereka adalah Jokowi-Ma’ruf, dan Prabowo-Sandiaga Uno. (Kukuh Subekti)