(IslamToday ID) – Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat menilai demokrasi Indonesia saat ini yang belum menghasilkan keadilan sosial disebabkan karena pendapatan rakyat yang belum ideal. Menurutnya, untuk bisa menjadi demokrasi yang ideal setidaknya pendapatan per kapita rakyat Indonesia harus Rp 8 juta per orang per bulan.
Hal itu disampaikan Jumhur dalam acara sarasehan kebangsaan bertema “Demokrasi dan Keadilan Sosial” yang digelar oleh Syarikat Islam (SI) di Markas Syarikat Islam, Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat, Ahad (3/7/2022) sore.
Jumhur mengatakan, demokrasi di Indonesia saat ini tidak menghasilkan keadilan sosial karena orang yang berkuasa tidak mau secara subjektif memastikan terjadinya keadilan sosial.
“Kalau kita bicara kualitas demokrasi Indonesia hari ini, jauh sekali dari sesuatu yang dianggap ideal,” katanya seperti dikutip dari RMOL.
Jumhur mengatakan adanya sebuah studi yang menjelaskan bahwa demokrasi bisa jalan agak bagus jika pendapatan per kapita sekitar 6.600 dolar AS atau Rp 8 juta per orang per bulan.
“Jadi kalau bapak-bapak punya anak empat, istri, suami, berarti enam. Berarti per bulannya Rp 48 juta. Nah, kalau Rp 48 juta, kira-kira rakyat Indonesia mirip-mirip segitu penghasilannya, maka demokrasi akan ideal,” kata Jumhur.
Karena, katanya, ketika pendapatan rakyat Indonesia per bulan sebesar itu, maka tidak akan mempan lagi dengan money politic atau politik uang.
“Nah sekarang ini, kita jauh dari itu. Rakyat kita, sekarang kita baru 4.000 dolar AS itu artinya sekitar Rp 5 juta per orang per bulan, kalau kita berempat penghasilan kita Rp 20 juta,” terangnya.
“Buruh saja, buruh di Jakarta Rp 4,7 juta, atau di Jabodetabek sekitar katakanlah hampir Rp 5 juta, punya anak delapan. Harusnya kalau kita baca income kita hari ini, setiap orang tuh dapat Rp 5 juta, jadi betul-betul kita masih jauh dari demokrasi yang ideal,” pungasnya.
Dalam acara ini, juga dihadiri oleh empat narasumber lainnya yang dipandu oleh Sekjen Syarikat Islam Ferry Juliantono. Keempat narasumber lainnya yaitu Presiden Syarikat Islam Hamdan Zoelva, aktivis senior Syahganda Nainggolan, peneliti utama BRIN Prof Siti Zuhro, dan pengamat politik Rocky Gerung. [wip]