(IslamToday ID) – Anggota Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa mendesak ager Benny Mamoto mundur dari Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Hal itu terkait dengan penyataan adegan tembak menembak antara Brigadir J dengan Bharada E yang disampaikan pertama kali oleh Benny.
Dalam video wawancara, purnawirawan Polri dengan pangkat terakhir Irjen tersebut mengungkapkan tidak ada kejanggalan dalam kasus Brigadir J. Ia juga yang menyampaikan informasi bahwa Brigadir J tertembak setelah melakukan aksi pelecehan.
Desmond pun menyayangkan pernyataan Benny yang justru tidak ikut berperan memperbaiki citra institusi Polri dalam kasus ini.
“Kompolnas yang diwakili oleh Benny Mamoto, itu sudah tidak layak lagi ia di situ. Saya melihat Benny Mamoto harus malu lah. Kalau menurut saya seorang mantan jenderal punya budaya malu, Benny Mamoto mundurlah dari Kompolnas,” kata Desmond dikutip dari Republika, Rabu (10/8/2022).
Menurutnya, Benny sebagai pribadi mantan polisi seharusnya bisa membuat Polri lebih sehat. Tetapi, menurutnya, pernyataan Benny Ketua Harian Kompolnas di kasus kematian Brigadir J malah membuat citra Polri semakin buruk, karena terkesan ada yang disembunyikan.
Ia mengungkapkan, Komisi III DPR setelah masa reses nanti akan segera memanggil mitra kerjanya, seperti Kapolri, Komnas HAM, LPSK, termasuk Kompolnas. Pemanggilan ini untuk melihat perkembangan kasus ini, bagaimana yang sebenarnya.
“Dan kami tetap mengapresiasi apa yang sudah dikerjakan Timsus atas arahan Kapolri, agar penyelesaian kasus ini lebih transparan dan Polri tetap memiliki martabat di mata masyarakat,” jelasnya.
Desmond juga mengingatkan agar LPSK dan Komnas HAM tidak perlu mengikuti cara Kompolnas. Kedua lembaga ini ia ingatkan agar tak ikut berpolitik atau bahkan menutup-nutupi fakta yang sebenarnya. Karena itu, ia memastikan Komnas HAM dan LPSK akan menjadi bagian yang akan dipanggil terkait kasus Brigadir J ini.
Desmond menegaskan, Komisi III tidak menginginkan ada sekelompok anggota kepolisian atau sebagian oknum perwira polisi yang bisa “bermain” dalam rekayasa kasus seperti ini. Karena itu, ia mengingatkan ada banyak kasus serupa yang juga perlu dilihat lebih dalam, seperti kasus pembunuhan anggota FPI di KM 50 yang faktanya masih mengecewakan.
“Karena itu ke depan harus semakin baik. Kita berharap institusi kepolisian tidak dirugikan oleh oknum-oknum polisi yang hari ini lebih mencintai geng atau kelompok korpsnya daripada mencintai institusinya,” tegas Desmond.
Sementara, Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto mengaku mendapat banyak cibiran dan perundungan atau bully dari warganet usai menyampaikan perkembangan kasus terkait kasus kematian Brigadir J.
Padahal, kata Benny, apa yang disampaikan olehnya merupakan keterangan sumber dari Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto yang telah resmi dinonaktifkan sejak 20 Juli lalu.
“Contoh, saya di-bully habis-habisan gara-gara mengutip pernyataan Kapolres Jaksel. Kan saya cek ke sana, ada kendala atau tidak, ya itu yang saya terapkan,” kata Benny, dikutip dari siaran CNN Indonesia TV, Rabu (10/8/2022).
Ia meminta publik untuk tidak menghakimi dirinya maupun polisi terkait kasus ini. Ia meminta agar publik menunggu proses penyidikan dan dilanjutkan dengan proses pengadilan hingga tuntas. “Pembuktian sementara berjalan, kita tunggu lah, sabar lah, karena kita sedang bekerja keras,” katanya.
Adapun buntut cibiran pada Benny terjadi usai ia menyebut bahwa kejadian yang mengakibatkan kematian Brigadir J merupakan kejadian yang diawali dengan dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi.
Benny saat itu juga mengaku telah mendatangi langsung tempat kejadian perkara (TKP) dan menyatakan tidak ada kejanggalan sama sekali dalam kasus tewasnya Brigadir J. “Saya turun langsung, melihat langsung bukti-bukti yang ada termasuk foto-foto yang ada,” ujar Benny beberapa waktu lalu.
Pernyataan Benny itu memang tak jauh beda dari keterangan awal versi polisi yang disampaikan Budhi Herdi semasa menjabat Kapolres Jaksel. Budhi pada 12 Juli lalu menjelaskan bahwa Brigadir J memasuki kamar istri Sambo saat Putri beristirahat usai baru kembali dari luar kota.
Brigadir J, lanjut Budhi, kemudian melakukan pelecehan seksual kepada Putri. Saat kejadian itu, Putri menurutnya juga sempat berteriak dan meminta tolong kepada orang lain yang ada di rumah tersebut. Kemudian terjadi aksi tembak menembak yang dilakukan Brigadir J dan Bharada E.
Pemaparan Budhi itu kini terbantahkan oleh keterangan yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada konferensi pers Selasa (9/8/2022) malam. Kapolri memastikan tidak ada kejadian tembak menembak antara Bharada E dan Brigadir J seperti yang sebelumnya disampaikan. Salah satu penembak adalah Bharada E yang bergerak atas perintah Ferdy Sambo. [wip]