(IslamToday ID) – Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas meminta pemerintah maupun otoritas terkait membentuk tim khusus (timsus) independen untuk mengusut tuntas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur yang memakan ratusan nyawa melayang.
“Perlu dibentuk tim khusus yang independen agar yang bersalah bisa ditindak, dan agar peristiwa serupa di masa yang akan datang tidak terulang kembali,” kata Anwar dikutip dari Kompas, Senin (3/10/2022).
Ia mengaku prihatin atas banyaknya korban jiwa. Ia juga mempertanyakan apa alasan pihak keamanan menggunakan gas air mata untuk mengurai massa. Apalagi, gas air mata itu dilepaskan di ruang tertutup yang minim pintu keluar. Hal ini justru makin memperparah keadaan sehingga suporter lari tunggang langgang hingga berdesakan dan terinjak-injak.
“Apakah tidak ada cara yang lain? Bukankah mereka sudah tahu bahwa stadion itu adalah termasuk ruang tertutup, di mana melontarkan gas air mata saat penonton memenuhi stadion jelas sangat berbahaya,” tanya Anwar.
Adanya gas air mata, membuat banyak orang yang belum berhasil keluar juga mengalami sesak napas. Ini pula yang menjadi alasan FIFA melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion.
“Itulah mungkin sebabnya mengapa FIFA jauh-jauh hari dalam kode etiknya melarang penggunaan gas air mata dalam mengamankan pertandingan yang diselenggarakan di sebuah stadion tertutup. Akibatnya bisa sangat buruk dan fatal,” ucap Anwar.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga mendesak pemerintah untuk membentuk tim investigasi independen guna mengusut tuntas kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi meminta tim investigasi independen ini bukan tim yang dibentuk oleh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). “Mendesak untuk dibentuk tim investigasi independen, bukan tim yang dibentuk oleh PSSI. Sebab dalam kasus ini, PSSI adalah pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban,” katanya.
Tak hanya mendesak pembentukan tim investigasi independen, Tulus juga mendesak managemen penyelenggara, khususnya manajemen Arema untuk bertanggung jawab, baik secara perdata dan atau bahkan pidana.
Secara perdata, manajemen dan penyelenggara harus memberikan kompensasi dan ganti rugi terhadap korban dan keluarga korban (ahli waris). Ia pun mendesak PSSI untuk memberikan sanksi keras pada klub (degradasi) yang suporternya melakukan tindakan pelanggaran.
“Tragedi ini hanya akan membuat wajah dan dunia sepakbola Indonesia makin terpuruk dan berpotensi dikenai sanksi keras oleh FIFA,” tutur Tulus. [wip]