(IslamToday ID) – Profesor hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Hibnu Nugroho menilai Ferdy Sambo bisa dinilai tidak kooperatif jika keterangannya dalam kasus kematian Brigadir J yang terus berubah.
Terbaru, mantan Kadiv Propam Polri itu mengaku tak memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E menembak Brigadir J, melainkan hanya menghajar.
“Keterangan itu bisa pengakuan bisa pengingkaran. Di situlah mulai adanya suatu pengingkaran,” kata Hibnu dikutip dari Kompas, Kamis (13/10/2022).
“Dulu mengaku menembak kok sekarang nggak, nanti hakim akan menilai kooperatif atau tidak kooperatif,” tambahnya.
Hibnu mengatakan, proses pembuktian di pengadilan tidak hanya bergantung pada keterangan tersangka saja, tetapi juga alat bukti, saksi, ahli, dan petunjuk lainnya. Pengakuan Sambo yang menyebut tidak memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J nantinya akan dicocokkan dengan keterangan para saksi dan bukti-bukti.
Jika ternyata pengakuan itu tidak benar, Sambo justru bisa dituding menyampaikan kesaksian palsu. Hibnu mengatakan, hal ini bisa memperberat hukuman mantan jenderal bintang dua tersebut. “Jadi kalau sampai keterangan tersangka mengelak tapi bukti yang lain tetap kuat, ya tidak mempunyai nilai, justru malah nanti dinilai mempersulit, bohong, dan sebagainya,” terang Hibnu.
Menurut Hibnu, seorang tersangka memang selalu mencari cara untuk menghindar dari dakwaan yang dituduhkan kepadanya. Melihat perkembangan terkini kasus Sambo, katanya, tak menutup kemungkinan mantan perwira tinggi Polri itu bakal mengubah atau mencabut keterangan-keterangan ketika diadili di meja hijau.
“Mungkin sekali keterangan berubah, mencabut kesaksian-kesaksian itu mungkin sekali. Makanya di sinilah jaksa selalu bicara pada bukti-bukti yang akurat,” ucap Hibnu.
Kendati proses hukum di pengadilan diprediksi tidak mudah, ia yakin peluang Sambo untuk dijatuhi hukuman maksimal masih terbuka lebar. “Masih terbuka peluang Sambo dihukum mati,” katanya.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Ferdy Sambo mengungkapkan bahwa kliennya tidak memerintahkan Bharada E menemembak Brigadir J di rumah dinasnya di kompleks Duren Tiga, Jakarta, Jumat (8/7/2022).
Bantahan yang sama juga disampaikan pengacara Bharada E, Ronny Talapessy. “Sesuai keterangan klien saya dan masih konsisten hingga saat ini, bahwa perintah dari FS adalah tembak, bukan hajar,” katanya.
Menurut Ronny, perintah yang diungkap Sambo lewat kuasa hukumnya itu sebenarnya bukan soal baru. Bahkan, dalam rekonstruksi pun terdapat perbedaan antara Sambo dan Bharada E. Ia mengatakan perbedaan keterangan Sambo itu wajar. Sebab, itu adalah pembelaan agar pelaku lepas dari hukuman yang didakwakan kepadanya.
“Tetapi, di persidanganlah nanti tempat menguji keterangan FS itu dan kami memang meragukan keterangan FS itu sejak awal karena kerap berubah-ubah,” ucap Ronny.
“Kami juga sudah siapkan bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa FS adalah dalang dari pembunuhan berencana terhadap Brigadir J,” tambahnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Sambo, Febri Diansyah mengatakan saat itu kliennya hanya memerintahkan Bharada E untuk menghajar Brigadir J. “Memang ada perintah FS (Ferdy Sambo) pada saat itu yang dari kami dapatkan itu perintahnya ‘hajar, Chad’, namun yang terjadi adalah penembakan pada saat itu,” katanya, Rabu (12/10/2022).
Keterangan ini berbeda dari kronologi yang disampaikan pihak kepolisian. Polisi sebelumnya mengungkap bahwa Sambo memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J. Setelahnya, Sambo menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumahnya supaya seolah terjadi tembak-menembak. [wip]