(IslamToday ID) – Komnas HAM mengumumkan hasil penyelidikan terkait tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur yang menewaskan 135 orang. Menurut Komnas HAM, dalam tragedi itu aparat kepolisian sedikitnya menembakkan 45 kali gas air mata di dalam stadion. Penembakan gas air mata itulah yang memicu terjadinya kerusuhan berujung hilangnya ratusan nyawa.
“27 Tembakan terlihat dalam video dan kemudian 18 lainnya terkonfirmasi terdengar suara tembakannya. Jadi itu sebanyak 45 kali (tembakan gas air mata),” kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (2/11/2022).
Ia merinci, gas air mata pertama kali ditembakkan oleh polisi pada pukul 22.08.59. Dalam beberapa detik saja, 11 gas air mata dilepaskan ke arah lapangan bagian selatan. Tembakan gas air mata terus berlanjut dan jumlahnya mencapai 24 kali selama pukul 22.11 hingga 22.15. “Setiap tembakan berisi satu sampai lima amunisi gas air mata,” terang Beka dikutip dari Kompas.
Ia menyebutkan, gas air mata itu tidak hanya ditembakkan oleh personel Brimob, tetapi juga Sabhara. Adapun jenis senjata yang digunakan untuk melontarkan gas pengurai massa tersebut yakni laras licin panjang dengan selongsong kaliber 37-38 mm, lalu Flash Ball Super Pro kaliber 44, dan Antiriot AGL kaliber 38.
Menurut Beka, penembakan gas air mata itu dilakukan aparat keamanan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang dan atas kemauan masing-masing personel. “Adapun amunisi gas air mata yang digunakan merupakan stok tahun 2019 dan telah expired atau kedaluwarsa,” ucap Beka.
Ia menambahkan, match commisioner atau pengawas pertandingan mengetahui aparat keamanan membawa senjata gas air mata dalam pertandingan, tapi tidak melaporkan soal ini. Match commisioner disebut tak tahu menahu bahwa penggunaan gas air mata dalam pertandingan di dalam stadion dilarang.
“Ini vital. Jadi pengakuan dari match commisioner ketika dimintai keterangan oleh Komnas HAM, yang bersangkutan tidak mengetahui bahwa gas air mata itu dilarang,” kata Beka.
Sementara, Komisioner Komnas HAM lainnya, Choirul Anam mengatakan, tragedi Kanjuruhan terjadi karena tata kelola yang tidak menghormati keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan pertandingan sepakbola.
“Peristiwa tragedi kemanusiaan Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi akibat tata kelola yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati, dan memastikan prinsip dan keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan sepakbola,” kata Anam.
Ia mengatakan, tragedi Kanjuruhan juga terjadi akibat adanya tindakan berlebihan atau excessive use of force oleh aparat keamanan dengan adanya penembakan gas air mata. “Eksesifnya itu karena penembakan yang diarahkan ke tribun dengan jumlah sangat besar, dalam 9 detik ada 11 tembakan,” ujar Anam.
Ia menyebutkan, secara rinci ada 7 pelanggaran HAM dalam tragedi Kanjuruhan yakni penggunaan kekuatan berlebihan, pelanggaran hak memperoleh keadilan, hak untuk hidup, hak kesehatan. Kemudian, hak atas rasa aman, hak anak, serta pelanggaran terhadap bisnis dan hak asasi manusia.
“Jadi entitas bisnis yang mengabaikan hak asasi manusia, jadi dia lebih menonjolkan aspek-aspek bisnisnya daripada aspek hak asasi manusia. Itu tujuh pelanggaran dalam peristiwa tragedi kemanusiaan Kanjuruhan,” pungkas Anam. [wip]