(IslamToday ID) – Pakar hukum pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Wina Armada menilai meski KUHP telah disahkan, khusus untuk pelaksanaan kemerdekaan pers tetap hanya akan mengikuti dan patuh terhadap UU Pers No 40 Tahun 1999. Oleb sebab itu, KUHP tidak berlaku dalam ruang lingkup mekanisme dan pelaksanaan kemerdekaan pers.
Menurut penulis banyak buku hukum pers dan kode etik ini, sepanjang terkait dengan pers, UU Pers bersifat undang-undang yang diutamakan. Sehingga semua persoalan pers diatur dan diselesaikan dengan UU Pers.
“Bukan undang-undang dan peraturan lain, termasuk dalam hal ini bukan pula diatur oleh KUHP yang baru disahkan,” kata Wina.
Selain itu, tambah lulusan Fakultas Hukum UI, UU Pers juga bersifat swaregulasi atau memberikan keleluasaan kepada masyarakat pers untuk mengatur diri sendiri. Artinya, sesuai UU Pers segala urusan yang terkait dengan pers telah dan akan diatur sendiri berdasar ketentuan yang disepakati oleh masyarakat pers.
“Ketentuan ini sudah diperkuat dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu,” ujar Wina yang waktu perkara ini disidangkan di MK menjadi advokat untuk Dewan Pers.
Mantan Sekjen pengurus PWI Pusat yang memiliki pengalaman kerja sebagai wartawan selama 40 tahun itu mengingatkan, dalam UU Pers jelas disebut tidak ada satu pihak pun yang dapat mencampuri urusan kemerdekaan pers. “Tentu dalam hal ini, termasuk KUHP yang baru disahkan tidak dapat mengatur soal kemerdekaan pers,” jelasnya.
Wina mengungkapkan, dalam UU Pers disebut salah satu peran utama pers adalah melakukan kritik terhadap hal-hal yang terkait dengan kepentingan umum. Untuk mendukung peran itu, UU Pers sudah menegaskan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran dan pembredelan. Dalam pengertian penyensoran ini termasuk tidak boleh mengancam pers.
“Bahkan UU Pers telah menegaskan siapapun yang menghalang-halangi tugas pers, diancam pidana dua tahun penjara dan atau denda Rp 500 juta,” ujarnya.
Dengan demikian, hak mengkritik tetap melekat pada pers dan tidak dapat dibungkam, termasuk melalui KUHP. “Jelasnya, kritik yang dilontarkan pers tidak dapat ditafsirkan berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP,” tandas Wina. [wip]