(IslamToday ID) – Desakan masa jabatan kepala desa (Kades) diperpanjang menjadi 9 tahun mendapat kritik keras dari pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah. Ia menilai wacana tersebut dapat merusak demokrasi.
Trubus mengingatkan, konstitusi sudah mengatur bahwa masa jabatan seseorang mesti dibatasi, misalnya selama 5 tahun bagi presiden, anggota dewan, maupun kepala daerah.
“Menurut saya sih itu berbahaya bagi demokrasi di desa, karena kan sesungguhnya jabatan kepala desa itu sebenarnya harusnya mengikuti konstitusi, konstitusi itu kan masa jabatan 5 tahun, itu dulu sudah diperpanjang jadi 6 tahun,” katanya dikutip dari Kompas, Jumat (20/1/2023).
Trubus mengatakan, lamanya masa jabatan kepala desa dapat membuat mereka menjadi “raja kecil” di daerahnya yang dapat memerintah tanpa pengawasan yang ketat. Terlebih, para kepala desa juga memiliki wewenang mengelola dana desa yang jumlahnya tidak sedikit.
“Seenaknya sendiri tanpa ada kontrol, karena masa jabatan yang panjang itu. Menurut saya jelas tidak baik, sangat merendahkan demokrasi, dalam hal ini mencacatkan semua,” kata Trubus.
Selain itu, para kepala desa juga dinilai dapat meminggirkan aspirasi warga yang tidak mendukungnya sehingga pembangunan desa pun tidak dapat berjalan dengan baik. “Mereka yang enggak terpilih atau bukan pendukungnya yang terpilih itu akan menjadi aspirasinya banyak terbungkam, dan itu tidak akan disalurkan persoalan-persoalan pembangunan,” ujar Trubus.
Sementara, pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari mengaku khawatir wacana memperpanjang masa jabatan kepala desa dapat merambat pada isu perpanjangan masa jabatan presiden.
Feri mengingatkan bahwa munculnya isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode awalnya berasal dari usulan kepala desa. “Jika diingat ya, isu tiga periode presiden, perpanjangan masa presiden dimulai dari isu di kepala desa. Jangan-jangan perpanjangan kepala desa untuk membenarkan alasan bahwa perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode dan lain-lain dimungkinkan,” katanya.
Menurut Feri, kepala desa yang menjadi ujung tombak pemerintahan dan tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia dapat dijadikan alat untuk menggolkan perubahan masa jabatan presiden. Terlebih, katanya, para kepala desa juga sudah “dibeli” dengan memperpanjang masa jabatan mereka.
“Bukan tidak mungkin pemberian perpanjangan masa jabatan ini bagian dari Pemilu 2024 untuk mengendalikan kepala desa demi kepentingan politik tertentu, jadi raja kecil di bawah kendali raja besar di pusat,” kata Feri.
Terlepas dari itu, Feri juga menekankan bahwa perubahan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun membuat mereka dapat menjabat terlalu lama. Sebab, UU Desa mengatur bahwa kepala desa dapat menjabat selama 3 periode. Artinya, kepala desa bisa menjabat hingga 27 tahun apabila wacana itu terealisasi.
Feri kemudian mengatakan, potensi penyimpangan pun bakal terbuka seiring dengan semakin panjangnya kepala desa menjabat. Terlebih mereka berwenang mengelola dana desa yang jumlahnya tidak sedikit. “Sifat kekuasaan itu kalau sudah terlalu lama, terlalu lama, dia akan koruptif dan kepala desa ini hendak disenangkan karena dia simpul paling ujung dari pemerintahan,” kata Feri. [wip]