(IslamToday ID) – Sedikitnya 10 organisasi masyarakat (ormas) sipil layangkan gugatan uji formil kepada Mahkamah Agung (MA) terkait Peraturan Pemerintah (PP) No 124 Tahun 2021 tentang Modal Badan Bank Tanah.
Sebanyak 10 organisasi itu di antaranya Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Lokataru Foundation, Aliansi Petani Indonesia (API), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Ecosoc Rights, FIAN Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), dan Sawit Watch.
Sekjen KPA Dewi Kartika mengatakan, gugatan ini merupakan lanjutan dari gugatan uji formil dan materiil PP No 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah yang telah didaftarkan pada Senin, 13 Februari 2023 lalu.
“Kami berharap Mahkamah Agung menerima permohonan uji formil kami dan menyatakan bahwa PP No 124 Tahun 2021 tentang Modal Badan Bank Tanah melanggar konstitusi,” kata Dewi, dikutip dari Law-Justice, Sabtu (18/2/2023)
Ia menjelaskan, ada beberapa pertimbangan dan alasan pihaknya melakukan gugatan atas PP No 124 Tahun 2021 tersebut, di antaranya Putusan Mahkamah Konstitusi No 91/PUU-XVIII/2020, UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.
“PP No 124 Tahun 2021 ini lahir setelah putusan MK, jelas-jelas melanggar karena dalam putusan itu dijelaskan pemerintah tidak boleh menerbitkan lagi peraturan baru yang berkait dengan UU Cipta Kerja,” kata Dewi.
Menurutnya, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya bernomor 91 telah menyatakan UU Omnibus Law Cipta Kerja adalah inkonstitusional dan pada angka 7 memerintahkan pemerintah dan DPR untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Pemerintah juga tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
“Faktanya, justru pemerintah terus menerus menerbitkan peraturan pelaksana baru. Kalau kami hitung, bank tanah ini termasuk yang diperkuat terus, tiga PP satu Perpres,” kata Dewi.
Ia menilai pemerintah dan DPR RI melakukan pelanggaran konstitusi dengan terus menerus mengeluarkan peraturan turunan UU Cipta Kerja meski telah dilarang oleh MK. “Makanya kami gugat secara formilnya, karena ini pelanggaran konstitusi,” kata Dewi. [wip]