ITD NEWS (SEMARANG)— Pakar Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Dr. Said Hamid Hasan membongkar pengaruh dan intervensi Amerika dalam dunia pendidikan Indonesia. Pengaruh yang membawa dampak adanya liberalisasi pendidikan ini bahkan sudah terjadi sejak awal Orde Baru.
“Sejak 1965, masuknya pengaruh Amerika yang cukup besar ke Indonesia, dan itu melalui orang-orang Indonesia yang dikirm ke Amerika belajar dan melalui bantuan-bantuan dari lembaga-lembaga internasional,” kata Prof. Said pada sebuah webinar bertema ‘Ekspansi Kekuatan Asing dalam Kebijakan Pendidikan di Indonesia Pasca Kemerdekaan, 1945- Reformasi’ yang diadakan oleh Program Studi (Prodi) S2 Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (FIB UNDIP) pada Kamis, 13 April 2023 lalu.
“(Mulai) tahun 1968 itu kita mulai menggunakan istilah kurikulum dan disitu orientasi, intervensi Amerika menjadi kuat,” jelasnya.
Sekolah Tak Lagi Gratis
Kuatnya pengaruh Amerika dalam dunia pendidikan Indonesia menjadikan pemerintah tidak bisa lagi menjadikan pendidikan sebagai ‘hak’ dan negara wajib memberikannya secara gratis. Pendidikan menjadi semakin liberal, dan rakyat wajib membayarnya.
“Setelah Orde Baru mulai membayar, kita baisa melihat bagaimana pengaruh Amerika, liberlisme dalam pendidikan. Kita bisa melihat dari zaman orde baru sebetulnya, walaupun tidak langsung dari 1965 tapi mulai berangsur-angsur dari 1966 sampai (sekarang),” ungkap Prof. Said.
Pelajar Individualis
Pengaruh Amerika tidak hanya membuat pendidikan Indonesia menjadi berbayar dan terasa makin mahal namun juga makin menciptakan manusia-manusia individualis. Setiap anak bangsa saling bersaing satu sama lain demi menjadi yang terbaik.
Fakta ini ditandai dengan lahirnya undang-undang baru pada tahun 1989 hingga 1990-an awal yang terjadi setelah Amerika mulai menemukan konsep pembelajaran berdasarkan psikologis anak. Sayangnya sistem pembelajaran itu justru ang membawa anak menjadi semakin individualistik.
“Pada tahun 89 kita mulai ada perubahan lagi ada undang-undang baru dikeluarkan, mulai fikirian Amerika juga masuk, kalau pikiran Eropa pendidikan itu sm untuk semua orang, sedang di Amerika mulai berkembang memperhatikan psikologi anak, psikologi belajar yang sangat indivisualistik,” ucap Prof. Said.
“Teori belajar yang kita ambil dari Amerika yang menghasilkan manusia yang sebetulnya tujuannya individualistik,” tandasnya.
Prof. Said menjelaskan jika dampak ini baru disadari oleh Amerika pada tahun 2000-an setelah melihat kemajuan yang terjadi di Jepang. Namun mengubah sistem pembelajaran yang sudah berlangsung lama itu bukan perkara mudah, hal ini yang mendorong Amerika makin berambisi untuk mempengaruhi negara lain.
“Baru pada 2000-an Amerika sadar bahwa itu mereka harus mengubahnya,” ucap Prof. Said.
“Mereka sadar tidak bisa manusia bekerja sendiri, ada upaya untuk terutama Amerika belajar dari Jepang, tantangan di Amerika cukup berat mereka berupaya mempengaruh negara lain,” tandasnya.
UU Guru & World Bank
Pengaruh Amerika terus berlangsung hingga era reformasi, munculnya undang-undang guru pada masa SBY misalnya. Intervensi Amerika makin kuat setelah World Bank menolak menyepakati pandangan sejumlah pakar pendidikan RI dalam penyusunan undang-undang pendidikan guru.
“Pada waktu itu, saya dengan beberapa teman termasuk yang menentang pikiran itu dan kita berdiskusi dengan wakil-wakil dari World Bank,” tutur Prof. Said.
“Akhirnya mereka yang menang, mereka yang memasukan fikiran mereka sehingga sistem pendidikan guru kita berorientasi pada sistem pendidikan di Amerika, pengaruh pendidikan Amerika dalam pendidikan guru menjadi sangat besar,” tegasnya. (Kukuh)