(IslamToday ID) – Ahli hukum tata negara Refly Harun bersuara perihal usulan pemakzulan atau impeachment terhadap Presiden Jokowi yang dilayangkan oleh Denny Indrayana. Refly mengatakan langkah Denny tersebut mengingatkan masyarakat betapa rendahnya berpolitik bangsa ini.
Ia mengatakan, Denny mencontohkan Presiden AS Richard Nixon dari Partai Republik yang segera mundur sebelum di-impeach karena memasang alat sadap di kantor Partai Demokrat. Ini menunjukkan etika politik luar biasa yang ditunjukkan Nixon.
Refly menambahkan, poin-poin yang menjadi dasar Denny mengusulkan pemakzulan presiden. Di mana Denny menyebut ada tiga poin. Yaitu penjegalan bakal calon presiden (Capres) Anies Baswedan, soal ‘Moeldoko Gate’ yang akan jadi preseden buruk, dan menengarai ada cawe-cawe untuk menentukan arah koalisi partai politik.
“Salah satunya Denny menyebut soal penggantian Ketua Umum PPP karena konon tiga kali bertemu Anies Baswedan,” kata Refly dalam diskusi Forum Kajian Strategis dan Advokasi bertema ‘Tolak Cawe-cawe Jokowi, Tolak Narasi Politik Identitas, Kembalikan Kekuasaan ke Tangan Rakyat’ di kanal YouTube Refly Harun, dikutip Jumat (9/6/2023).
Poin keempat, ditambahkan Refly, terkait dengan ijazah palsu Jokowi. Di mana sepengetahuannya, tidak ada penyebaran berita bohong dalam putusan hakim. Hingga kemudian diganti pasal yang terkait SARA.
“Kalau dikabulkan oleh Mahkamah Agung, maka presiden itu bagian dari suku, bagian dari agama, bagian dari RAS, bagian dari antar golongan. How come kita bernegara kalau begitu? Presiden itu belong to Republic, belong to State. Belong to Rakyat Negara Indonesia. Itu yang harus kita pahami,” tegasnya.
Kelima, lanjut Refly, yaitu pembiaran pergantian semena-mena hakim konstitusi Aswanto. Refly mempertanyakan seorang hakim bisa dengan mudahnya diganti di tengah jalan oleh DPR.
Karena itulah, Refly setuju dengan pernyataan Denny soal impeachment ini, meski tidak ujug-ujug muncul, tapi diusulkan melalui hak angket. Dengan tujuan menyelidiki poin-poin tadi untuk mencapai kebenaran, bukan mencari pembenaran atas isu tersebut.
“Hak angket ini adalah hak biasa di DPR, kalau memang terbukti bisa dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat, sampai impeachment. Kalau tidak terbukti maka nama Presiden Jokowi dibersihkan,” tuturnya.
Seperti Denny, Refly juga sadar bahwa tidak mudah mengusulkan pemakzulan ini. Karena, menurutnya, konstelasi hukum dan politik yang sudah dikuasai oleh pemerintahan saat ini.
“Apa yang dilakukan Presiden Jokowi ini jauh lebih melukai konstitusi, melanggar konstitusi, dibandingkan apa yang pernah dilakukan Richard Nixon yang menyadap kantor Demokrat,” pungkas Refly. [wip]