(IslamToday ID) – Indonesia Police Watch (IPW) menilai transparansi dalam menangani polisi nakal masih menjadi pekerjaan rumah bagi Polri.
Menurut Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, persoalan internal termasuk penyimpangan anggota Polri seperti penyalahgunaan wewenang, pemerasan, dan pungutan liat (pungli) masih menjadi ujian berat bagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan jajarannya.
Hal itu dikatakan Sugeng dalam keterangan pers menyambut HUT Ke-77 Polri yang jatuh pada Sabtu (1/7/2023) besok.
Dikatakan Sugeng, slogan prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan atau Presisi yang diusung Polri sejak dipimpin Listyo Sigit 2,5 tahun lalu tampaknya masih membutuhkan kerja keras untuk mewujudkannya. Hal ini lantaran lambannya Polri menangani kasus polisi nakal. Bahkan, pelanggaran yang dilakukan polisi nakal kerap terungkap setelah viral di media sosial hingga memunculkan fenomena no viral, no justice.
“Penanganan terhadap anggota yang nakal jarang terekspose apabila tidak mencuat ke publik melalui media sosial dan menjadi viral. Akibatnya, transparansi dalam program Presisi itu masih jauh dari harapan,” kata Sugeng, Jumat (30/6/2023).
Dikatakannya, masih banyak anggota Polri yang melakukan penyimpangan yang disembunyikan, ditutup-tutupi, bahkan dibela oleh rekan-rekan mereka. Sugeng mencontohkan kasus lima anggota Polri di Jawa Tengah yang melakukan pungli terkait penerimaan calon Bintara Polri tahun 2022.
Awalnya, mereka hanya diberikan sanksi ringan. Setelah viral dan menjadi perhatian publik, kelima anggota Polri itu baru dipecat.
“Proses penanganan terhadap kelima pelaku anggota Polri yang melakukan pemerasan dan pungli tersebut sangat tersendat-sendat. Di mana penanganan kode etik dan tindakan pidana diumpetin dan tidak dibuka agar uang yang mengalir puluhan miliar tersebut tidak mengarah ke tingkat yang lebih tinggi. Keterbukaan atau trasparansi baru muncul setelah adanya perintah Kapolri melalui statement kepada publik yang cukup jelas: pecat atau proses pidana,” ungkap Sugeng.
Menurut Sugeng, pernyataan tegas Kapolri menunjukkan transparansi dalam program presisinya untuk menjawab keingintahuan masyarakat. Namun, di tingkat bawah kepemimpinan Kapolri, seperti Kapolda dan Kapolres, masih terlihat kelit dalam memberikan transparansi kepada publik.
Kasus pemerasan dan pungli dalam penerimaan calon Bintara Polri di Jawa Tengah yang awalnya dibongkar oleh IPW adalah contoh yang menunjukkan kurangnya transparansi dari Kapolda Jawa Tengah dalam mempublikasikan kasus yang melibatkan anggotanya. Hal ini membuat penanganan kelima anggota Polri tersebut menjadi polemik di publik.
“Apakah mereka dipecat dan pidana dari pelaku Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z, dan Brigadir EW itu diteruskan ke proses hukum atau tidak,” katanya dikutip dari Berita Satu.
Untuk itu, IPW menyebut program Polri Presisi yang didengungkan Jenderal Listyo Sigit masih sebatas lip service. Polri Presisi baru berjalan setelah Kapolri turun tangan.
“Barulah bawahan kemudian bergerak. Hanya dalam hitungan kurang dari seminggu, para pelaku penerimaan Bintara Polri itu dipecat oleh Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi yang diputuskan 20 Maret 2023. Tiga hari setelah Kapolri berbicara di rakernis SDM Polri, 17 Maret 2023,” katanya.
Sementara, di tataran pidana, kasus pungli itu seakan jalan di tempat. Dengan kata-kata masih proses penyidikan, kasus pungli tersebut hingga kini belum jelas.
Hal itu yang membuat Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mempraperadilankan Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi karena menghentikan proses hukum kelima anggotanya yang melakukan pungli. Meski praperadilan MAKI ditolak Pengadilan Negeri Semarang, putusan itu menunjukkan kasus pungli penerimaan Bintara Polri tahun 2022 masih berproses.
Ditekankan, proses itu sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri sehingga harus dikomunikasikan kepada masyarakat.
“Memotong kepala ikan yang busuk seharusnya terus dilakukan di institusi Polri lantaran komando dari Kapolri yang telah menabuh genderang perang terhadap anggota Polri yang telah melukai kode etik profesi Polri (KEPP) sangat jelas dan tegas: pecat dan pidana,” tegasnya. [wip]