(IslamToday ID) – Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengaku tak kaget dengan putusan banding Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang membatalkan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Kompol Chuck Putranto.
Chuck merupakan mantan terpidana kasus penghalangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Bambang mengatakan tak kaget dengan putusan KKEP itu setelah melihat putusan terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Meskipun Richard terbukti sebagai orang yang menembak Brigadir Yosua, KKEP menyatakan tak memecat Richard.
“Terkait putusan KKEP banding Chuck Putranto, sebenarnya sudah bisa diprediksi saat sidang KKEP Bharada Richard Eliezer yang sudah terbukti melakukan penembakan pada Brigadir Yoshua juga memutuskan sanksi demosi,” kata Bambang, Kamis (29/6/2023).
Ia menyatakan tak tahu pertimbangan dari KKEP yang kemudian mengabulkan banding Chuck tersebut. Menurutnya, bisa saja sidang KKEP di tingkat pertama dianggap tidak cermat dalam membuat keputusan sehingga diputuskan berbeda saat banding.
Kemungkinan lainnya, menurut Bambang, KKEP menilai Chuck masih layak untuk dipertahankan sebagai anggota Polri. “Misalnya masa kerja yang sudah lebih dari 25 tahun, prestasi yang bersangkutan, dan sebagainya,” ujarnya dikutip dari Tempo.
Tetapi, lanjutnya, pertimbangan tersebut tentunya harus memiliki landasan aturan, sehingga keputusan tersebut bukan diambil berdasar like or dislike saja, yang ke depannya bisa memunculkan masalah bila ada pelanggaran serupa.
“Ini penting agar sidang Komisi Kode Etik Polri memiliki marwah dan wibawa yang tinggi dalam penegakan etik profesi anggota Polri,” kata Bambang.
Ia mengingatkan sidang KKEP bukan seremonial atau prosesi sekadar memenuhi desakan publik terkait pelanggaran hukum maupun etika yang dilakukan anggota. Dampak dari sidang yang hanya prosesi (sekadar prosedural) saja, dan putusan yang lemah, katanya, adalah tidak adanya efek jera bagi yang lain di kemudian hari. Akibatnya peraturan etik dan disiplin di internal Polri hanya macan kertas saja.
Di sisi lain, ini juga akan melemahkan mental dan spirit personel yang masih menjaga marwah etik dan disiplinnya. “Bila melihat hasil banding Chuck Putranto maupun putusan sidang etik Richard Eliezer tak perlu heran bila para terpidana kasus obstruction of justice (kasus Brigadir Yosua) yang lain pun nantinya juga akan diputus sama seperti keputusan banding Chuck Putranto,” kata Bambang.
Sebelumnya, putusan banding KKEP menganulir sanksi PTDH kepada Chuck Putranto. Hukuman Chuck diubah menjadi demosi. “Putusan banding yang bersangkutan tidak di-PTDH,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan.
Lantas apa keterlibatan Chuck Putranto dalam kasus obstruction of justice terhadap pengungkapan pembunuhan berencana Brigadir Yosua yang terjadi pada 8 Juli 2022 silam?
Chuck merupakan satu dari tujuh anggota Polri yang ditetapkan menjadi tersangka di kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Selain Chuck, ada 5 perwira Polri lainnya yang terlibat kasus itu, yakni Irjen Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Irfan Widyanto, Baiquni Wibowo, dan Arif Rachman Arifin.
Chuck termasuk dari mereka yang berperan menghilangkan barang bukti elektronik, yakni rekaman CCTV yang ada di sekitar rumah Ferdy Sambo. Merujuk pada dakwaan jaksa, Chuck dinilai berperan sebagai pemberi perintah untuk menyerahkan rekaman CCTV di lingkungan rumah dinas Ferdy Sambo.
Menurut jaksa, tindakan Chuck turut serta dan tanpa izin mengganti, mengambil, dan menyimpan DVR CCTV di pos sekuriti yang berlokasi di kompleks Polri Duren Tiga berdasarkan atas perintah yang tidak sah menurut ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan. Pasalnya, rekaman CCTV itu dinilai penting karena menjadi bukti kunci skenario kebohongan Ferdy Sambo dalam pembunuhan ajudannya sendiri Brigadir Yosua. [ant/wip]