(IslamToday ID) – Ratusan buruh menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2023).
Massa aksi yang berasal dari berbagai organisasi buruh itu menyuarakan agar dicabutnya omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan Undang- Undang Kesehatan, serta minta menaikkan upah minimum 2024 sebesar 15 persen.
Presiden Parta Buruh Said Iqbal mengatakan Partai Buruh menjadi satu-satunya partai politik yang mengajukan uji formil UU Cipta Kerja. Sebab, kata Iqbal UU Cipta Kerja justru merugikan dan mendowngrade kaum buruh dan petani.
“Undang-undang ini merugikan bahkan mendowngrade dan menistakan kaum buruh, kelas pekerja dan petani. Masa panen raya boleh di impor, beras, jagung, kedelai, daging, garam dan sebagainya. Tanah-tanah petani akan dirampas dengan sistem bank tanah, buruh outsourcing seumur hidup, upah murah, buruh perempuan yang mengambil cuti hamil tidak ada kepastian upah,” Kata Said Iqbal di sela-sela aksi.
“Dan undang-undang ini juga merugikan lingkungan hidup, tanah bisa dikuasai 90 sampai 120 tahun oleh asing. The Land of Wheels kata Adam smith Bapak ekonomi klasik dunia, kedaulatan adalah tanah, dan tanah kita telah dikuasai selama 90 sampai 120 tahun melalui jalur konstitusional omnibus law,” sambungnya.
Lantas Said meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) ketika memberikan putusan terkait uji formil UU Cipta Kerja dapat mewakili kaum buruh dan kelas pekerja lainnya. “Untuk dinyatakan Inkonstitusional tanpa kata-kata,” tegasnya.
Selain mendesak agar UU Cipta Kerja dicabut, Partai Buruh dan KSPI juga mendesak agar upah minimum tahun 2024 naik 15 persen berdasarkan pada survei lapangan kebutuhan hidup layak (KHL), juga didasarkan pada makro ekonomi, inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.
Awal tahun lalu, kata Said Iqbal, pemerintah menerbitkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang memperbolehkan perusahaan memotong upah 25 persem. Sehingga kenaikan upah minimum sebesar 15 persen diharapkan bisa mengembalikan daya beli buruh yang turun tersebut.
Sedangkan terkait dengan UU Kesehatan, Partai Buruh dan KSPI memandang beleid ini mengancam sistem jaminan sosial nasional, khususnya terkait dengan jaminan Kesehatan. Di mana program jaminan kesehatan bersifat spesialis, tetapi kemudian dijadikan generalis melalui omnibus law UU Kesehatan.
Selain itu, buruh juga mempermasalahkan perubahan mandatory spending menjadi money follow program. Jika menggunakan mandatory spending, maka seluruh biaya ditanggung oleh BPJS. Tetapi jika money follow yang digunakan, program akan terjadi co-sharing atau urun bayar antara pasien dengan BPJS Kesehatan.
“Kalau sekarang semua dibiayai oleh BPJS. Tetapi dengan UU Kesehatan, ada urunan bayar. Misal, operasi jantung biayanya Rp 100 juta. Bisa jadi pasien diminta membayar Rp 50 juta sedangkan Rp 50 jutanya dibayar BPJS, Ini akan merusak sistem jaminan sosial,” ujar Said Iqbal dalam orasinya.(hzh)