(IslamToday ID) – Politikus PDIP Masinton Pasaribu mencurigai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tak murni berdiri sendiri. Putusan tersebut membuat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) bisa berusia di bawah 40 tahun selama memiliki pengalaman menjadi kepala daerah, baik gubernur, bupati, atau walikota.
“Putusan MK hari ini adalah bagian dari desain skenario besar atau grand skenario politik pelanggengan kekuasaan,” kata Masinton lewat keterangannya dikutip dari Kompas, Selasa (17/10/2023).
Skenario tersebut dimulai dari munculnya isu penundaan Pemilu 2024. Kemudian, berlanjut ke wacana amandemen konstitusi untuk perpanjangan masa jabatan presiden.
Terakhir, kata Masinton, menggunakan MK untuk melanggengkan hal tersebut. Terbukti dari putusan lembaga tersebut terhadap gugatan yang serupa, tetapi tak konsisten dalam kesimpulannya.
Ia pun mengutip pernyataan salah satu hakim MK, terkait keputusan yang dibuat jauh dari batas penalaran yang wajar.
“Bahkan hakim-hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion, seperti Saldi Isra, yang juga wakil ketua MK, mengaku bingung soal adanya penentuan perubahan keputusan MK dengan cepat,” beber Masinton.
Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan sebagian uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal capres-cawapres yang diajukan oleh seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam gugatan itu, Almas memilih Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk sebagai kuasa hukum. Permohonan ini diterima MK pada 3 Agustus 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK, Senin (16/10/2023).
MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. “Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ujar Anwar. [wip]