(IslamToday ID) – Kementerian Agama (Kemenag) telah menyelesaikan penyusunan mushaf Al-Quran dengan bahasa isyarat 30 juz. ”
“Alhamdulillah, proses penyusunan mushaf Al-Quran isyarat sudah selesai dan akan segera kita cetak. Ini akan menjadi mushaf Al-Quran bahasa isyarat pertama di Indonesia, bahkan dunia,” kata Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas seperti dikutip dari Liputan 6, Selasa (14/11/2023).
“Semoga kehadiran mushaf Al-Quran isyarat ini dapat memudahkan akses masyarakat disabilitas terhadap kitab suci. Ini yang selama ini juga menjadi arahan dari Presiden Joko Widodo agar layanan pemerintahan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,” sambungnya.
Selain mushaf Al-Quran bahasa isyarat, Kemenag juga memiliki mushaf Al-Quran 30 juz standar Braille. Saat ini, telah dilakukan proses penyempurnaan cetakan mushaf Al-Quran yang diperuntukkan khususnya bagi masyarakat disabilitas netra.
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kemenag Abdul Aziz Sidqi mengungkapkan mushaf Al-Quran isyarat telah hadir dalam format digital dan dapat diakses melalui aplikasi Pusaka Superapps Kementerian Agama. Saat ini, pihaknya sedang melakukan proses cetak mushaf Al-Quran isyarat dan rencananya terbit pada akhir 2023.
“Kita siapkan versi cetaknya. Insya Allah akan selesai pada akhir 2023 ini,” kata Aziz.
Senada dengan Menag, Aziz mengaku pihaknya telah melakukan kajian. Hasilnya, sekarang belum ada cetakan mushaf Al-Quran bahasa isyarat. “Setelah kami lakukan semacam kajian, ini adalah mushaf Al-Quran isyarat pertama 30 juz yang ada di dunia,” sambungnya.
Menurut Aziz, mushaf Al-Quran isyarat diperkirakan memiliki halaman lebih tebal dari mushaf pada umumnya. Ini karena, mushaf Al-Quran isyarat memuat tidak hanya teks Al-Quran semata, tetapi juga akan memuat font isyaratnya.
Mushaf Al-Quran isyarat akan dicetak dalam dua jilid. Jilid pertama mencakup Juz 1-15, sementara jilid kedua mencakup Juz 16-30. Rencananya, dalam terbitan pertama akan dicetak kurang lebih 1.000 hingga 2.000 eksemplar.
“Kurang lebih sekitar 1.000-2.000 eksemplar. Jadi, karena ini tidak sama seperti Al-Quran biasa, kita buat dua jilid karena, kalau (juz 1-30) satu jilid ini akan tebal sekali,” katanya.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam mushaf Al-Quran isyarat yaitu metode kitabah dan metode tilawah. Pada proses penyusunannya, Aziz menyebut pihaknya bersinergi dengan para ahli, teman disabilitas tuli, dan berbagai organisasi terkait.
“Bersama-sama merumuskan kesepakatan mengenai huruf, harakat, dan tanda baca. Setelah itu, tim yang sama menyusunnya dengan melibatkan semua stakeholder yang terlibat,” urainya.
“Kita cek satu per satu, kita susun ayatnya mulai dari Al-Fatihah sampai An-Nas, kita cek dan baca satu per satu, hurufnya harakatnya. Karena ini Al-Quran tidak boleh ada yang kurang atau kelebihan huruf maupun harakat. Kami memastikan bahwa nanti Al-Quran yang kami cetak sudah sahih, tidak ada lagi kesalahan. Tidak ada lagi kesalahan,” imbuhnya.
Aziz menjelaskan bahwa proses penyusunan mushaf Al-Quran isyarat sudah dimulai sejak 2021 dengan diawali menyusun panduan membaca Al-Quran bahasa isyarat. Setelah peluncuran Juz ‘Amma bahasa isyarat pada 2022, pihaknya kemudian melanjutkan penyusunan seluruh Al-Quran 30 Juz dalam bahasa isyarat. [wip]