(IslamToday ID) – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengindentifikasi 10 sektor yang rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Hal itu ia katakan dalam rapat konsultasi dengan anggota Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah (BAP DPD) di Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Burhanuddin merinci kesepuluh sektor yang dimaksud, yakni sektor perdagangan barang dan jasa, keuangan dan perbankan, perpajakan, minyak dan gas (migas), BUMN/BUMD, kepabeanan dan cukai, penggunaan APBN/APBD dan APBN-P/APBD-P, aset negara/daerah, kehutanan dan pertambangan, dan sektor pelayanan umum.
“Ini menjadi perhatian utama bagi kami di Kejaksaan Agung beserta jajaran di daerah,” kata Burhanuddin dalam keterangannya, Kamis (16/11/2023).
Meski demikian, katanya, dalam pencegahan tindak pidana korupsi yang terpenting adalah mitigasi terhadap kerugian negara. “Sehingga tidak diperlukan adanya penindakan yang selama ini kami lakukan,” ujar Burhanuddin.
Ia menuturkan, pola pencegahan terhadap kerugian negara dapat menggunakan instrumen Legal Assistance, Legal Opinion, dan Legal Audit. Selain itu, pengamanan dari bidang intelijen turut dilakukan sebagai bentuk mitigasi terkait munculnya potensi kerugian negara.
Seperti yang dibahas dalam rapat konsultasi dengan BAP DPD dalam rangka menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) yang berindikasi kerugian negara.
Dalam pertemuan tersebut, Jaksa Agung menerima rombongan anggota BAP DPD RI yang dipimpin olah Tamsil Linrung.
Burhanuddin menyambut baik dan mengapresiasi kedatangan anggota BAP DPD dalam rangka pertukaran informasi mengenai penegakan hukum yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang merugikan negara.
“Selama ini dalam hal perhitungan kerugian negara, kejaksaan telah bersinergi dengan BPK dan BPKP yang telah berjalan lancar, sehingga tugas-tugas penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi dapat berjalan dengan baik,” ujar Burhanuddin.
Kehadiran BAP DPD menambah harapan Jaksa Agung agar semua pihak mendukung kejaksaan dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja.
Kejaksaan Agung (Kejagung) diketahui tidak lagi melibatkan pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam penanganan kasus korupsi. Kejagung lebih memilih bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kasubdit Penyidikan Korupsi dan TPPU Jampidsus Kejagung Haryoko Ari Prabowo menampik sikap tersebut sebagai bukti ketidakpercayaan kejagung terhadap BPK sebagai lembaga audit. “Enggak. Enggak ada kaitannya,” ujar Prabowo, Rabu (15/11/2023).
Ia juga membantah pihaknya menilai BPK tidak lagi bersih dalam audit penanganan kasus korupsi. Menurutnya, penghitungan kerugian negara dan kerugian keuangan negara merupakan strategi penyidik.
“Enggak. Enggak ada (menilai tidak bersih). Kalau itu kan (menggandeng BPKP) kita lihat itu kan nanti strategi penyidikan. Yang jelas kan sama-sama kerugian negara,” jelasnya.
Prabowo menyatakan, Kejagung tidak memiliki hubungan buruk dengan BPK. Kembali ia menegaskan, strategi penyidikan turut berperan dalam menentukan lembaga audit untuk menghitung kerugian negara. “Kita bermitra dengan baik,” pungkasnya. [ant/wip]