(IslamToday ID) – Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa turut berkomentar perihal dugaan adanya mobilisasi ratusan perangkat desa bertemu dengan calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka beberapa hari lalu. Ia meyakini tindakan tersebut tidak wajar dan melanggar UU Pemilu.
“Wajar sih enggak, karena kan aturannya sebetulnya sudah banyak lah,” kata Andika dikutip dari YouTube Abraham Samad, Rabu (22/11/2023).
Menurutnya, setiap aparatur pemerintah memiliki rambu-rambu yang jelas dalam bertindak dan berpedoman. “Kita pasti dibatasi oleh rambu. Mulai dari TNI, kita dibatasi oleh undang-undang, peraturan Panglima TNI. Polisi dibatasi undang-undang dengan peraturan Polri dan ASN juga begitu,” jelasnya.
Andhika menegaskan bahwa hukuman kepada aparatur pemerintah apabila tidak mematuhi aturan yaitu pidana. “Iya kalau memang nanti terbukti. Ya sudah jelaslah, itu pelanggaran dan dalam skala tertentu, itu pidana,” ujarnya.
Bahkan Andika juga menegaskan bahwa tim pemenangan Ganjar-Mahfud sudah mulai mencari bukti-bukti tambahan untuk mempidanakan aksi tersebut.
“Kita tetap hati-hati memegang pedoman itu, sehingga kita tidak kemudian kejeblos. Oleh karena itu, mereka (tim pemenangan Ganjar-Mahfud) sudah mulai berusaha untuk mendapatkan bukti-bukti tambahan,” ungkapnya.
Andhika mengatakan secara garis besar aksi mobilisasi perangkat desa tersebut telah memenuhi beberapa pasal pelanggaran.
“Satu dari sudut pandang UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kan juga UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu kan sebetulnya membatasi kepala desa, perangkat desa saat kampanye,” ujarnya.
Di UU No 7 Tahun 2017 Pasal 494 mengatur tentang sikap netral aparatur negara.
“Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Berdasarkan pasal tersebut, Andhika memperingatkan lagi langkah perangkat desa yang tidak netral justru menjebak dirinya sendiri. “Karena yang menanggung akibat dari tindakan mereka melanggar peraturan perundangan tentang pemilu itu kan mereka sendiri,” tuturnya.
Oleh karena itu, Andika mengimbau kepada para pemimpin aparatur pemerintah untuk memastikan bawahannya memahami tentang aturan tersebut.
“Jadi memang harus ada kepedulian dari pimpinan institusi pemerintah masing-masing untuk memastikan jajaran di bawahnya paham,” pungkasnya. [res]