(IslamToday ID) – Mantan aktivis mahasiswa 1998 Faizal Assegaf secara terang-terangan mengatakan Menko Polhukam Mahfud MD merestui pemakzulan terhadap Presiden Jokowi.
“Ketika pembantu presiden di bidang politik berani membuka pintu untuk menampung aspirasi khusus dari kalangan oposisi, publik bisa menyimpulkan bahwa rakyat dan Menko Polhukam bersatu untuk melawan Presiden Jokowi. Apalagi isu yang diangkat itu pemakzulan,” kata Faizal dikutip dari YouTube Abraham Samad Speak Up, Selasa (16/1/2024).
“Menko Polhukam berani memfasilitasi satu kesadaran publik, fokus diskusi Jokowi minta dimakzulkan. Kewenangan Menko Polhukam jauh melampaui DPR, dia pembantu utama di mana marwah, harga diri, kehormatan presiden itu tergantung Menko Polhukam,” lanjutnya.
Menurut Faizal, apa yang dilakukan pihaknya dengan Menko Polhukam secara tidak langsung dapat disebut kudeta.
“Ketika dia membuka pintu, menanyakan hal-hal yang substansi kemudian muncul di forum itu ada semacam kesepahaman Petisi 100 dengan Pak Mahfud bahwa untuk mencegah pemilu ada solusi konstitusi yaitu memakzulkan presiden,” terangnya.
“Jadi peristiwa datang ke kantor yang strategis, pembicaraan yang sangat sensitif melibatkan dua elemen yang berbeda, penguasa dan oposisi ini sudah suatu kudeta secara moral,” paparnya.
Hal ini membuktikan, lanjutnya, bukan hanya rakyat yang cemas dengan persoalan keberlangsungan pemilu, tapi juga dari kalangan menteri yang notabene adalah pembantu presiden.
“Seorang Menko Polhukam pun sudah membuka hati, membuka nurani untuk menampung aspirasi rakyat memperbincangkan bahwa memang ada jalan konstitusi untuk mengevaluasi kekuasaan Jokowi,” ucapnya.
Dukungan untuk memakzulkan Jokowi juga datang dari DPR. Ketua DPR RI Puan Maharani, kata Faizal, juga mempersilakan kepada rakyat apabila ingin menyalurkan isu pemakzulan ke DPR.
Faizal lantas mengatakan penyebab rusaknya demokrasi di Indonesia hanya disebabkan oleh segelintir orang. Menurutnya, rusaknya demokrasi di Indonesia hanya disebabkan oleh Jokowi dan keluarganya dengan memanfaatkan fasilitas dan sumber daya yang dimiliki negara.
“Rusaknya demokrasi ini hanya disebabkan oleh lima aktor yaitu Jokowi, adik iparnya, istrinya, Kaesang, Gibran. Hari-hari ini kan berputar di sana yang disebut dengan gerakan politik cawe-cawe yang mereka perkenalkan untuk memuluskan syahwat dinasti politik,” katanya.
“Kejahatan di dalam demokrasi dengan penggunaan kewenangan dan instrumen kekuasaan oleh lima aktor ini semakin hari menimbulkan keresahan dan kemudian mereka memaksakan kehendak mereka melalui pemilu. Mulai dari hancurnya MK, pemaksaan mendaftarnya Gibran ke KPU, kebocoran anggaran korupsi, temuan PPATK, proyek strategis nasional bernilai Rp 500 triliun lebih yang masuk kantong politisi,” beber Faizal.
Jadi apabila akhirnya rakyat menginginkan pemakzulan terhadap Jokowi, itu karena mereka sudah muak dengan seluruh tindakan, kewenangan, dan kebijakan yang diambil kepala negara terlebih dalam pemilu kali ini.
“Kalau seluruh tokoh nasional mengerucut pada satu keinginan memakzulkan Jokowi, itu bukan mereka melawan TNI, melawan partai politik. Tidak. Mereka ingin mengusir lima orang aktor perusak demokrasi, yaitu Jokowi, Iriana, adik ipar Jokowi, Kaesang, dan Gibran. Ini jelas di ruang publik,” tegasnya. [ran]