(IslamToday ID) – Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito mengatakan mencuatnya nama menantu Presiden Jokowi, Erina Gudhono dalam bursa Pilkada Sleman 2024 semakin menguatkan adanya praktik politik dinasti. Baru-baru ini nama istri Kaesang Pangarep itu diusulkan Partai Gerindra dalam bursa bakal calon bupati Sleman.
“Ini kan memang gelembung dari politik dinasti yang tersebar di mana-mana. Jadi kalau Erina mau diajukan kan karena menantunya Presiden Jokowi,” kata Arie dikutip dari YouTube CNN Indonesia, Senin (11/3/2024).
Tapi mengenai keterpilihan Erina nantinya menjadi bupati Sleman, menurut Arie, juga relatif karena tokoh yang terkenal di nasional belum tentu juga terkenal di daerah.
“Tapi itu hipotetis ya, karena di setiap daerah itu corak keterpilihan kandidat itu berbeda-beda. Bisa jadi dia populer di nasional, belum tentu di daerah. Sebelumnya hal yang sama juga terjadi pada Ibu Kustini, istrinya mantan bupati yang sekarang jadi bupati. Itu juga bagian dari politik dinasti,” jelasnya.
Itu yang disebut Arie sebagai keunikan Sleman, di mana tren pencitraan sangat marak dan dapat diterima dengan baik di sana.
“Rasa-rasanya Sleman punya keunikan tersendiri. Tentu bagian dari politik citra yang menjadi tren di beberapa tempat ini menjadi pertaruhan buat Sleman, sekaligus memberikan catatan ada beberapa kader partai tapi mengalami kelumpuhan. Karena orang cenderung mengajukan orang non partai yang dianggap dapat meningkatkan elektabilitas yang ditopang oleh citra,” bebernya.
Menurutnya, dengan banyaknya partai politik mengajukan calon yang bukan dari kadernya membuktikan adanya kemunduran atau pelemahan terhadap partai tersebut.
“Ini sebetulnya membuktikan bahwa partai tidak mempunya fungsi apa-apa. Dia lebih percaya orang lain daripada kader-kadernya. Rasa-rasanya tantangan terhadap demokratisasi di daerah, di lokal mengalami penyurutan yang luar biasa kalau dominan politik dinasti itu. Ini juga pernah terjadi di Bantul (DIY),” tuturnya.
Namun memang dikatakan Arie bahwa politik di Indonesia tidak bisa lepas dari politik dinasti, terlebih di era Jokowi sejak Bobby Nasution yang juga merupakan menantunya menjadi Walikota Medan dan sang putra menjadi Walikota Solo.
“Tren ini sebenarnya boleh tetapi kritik penting yang selalu dimunculkan publik adalah kematian partai beramai-ramai dan plumbon partai ini sebetulnya tidak bagus, karena orang lebih cenderung kehadiran partai politik itu tidak banyak. Karena pada akhirnya ketika pemilu mereka tidak percaya dengan kader-kadernya,” pungkasnya. [ran]